Pemerintah akan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan tarif dasar listrik per Januari 2020. Kenaikan ini menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) akan berdampak kepada konsumsi rumah tangga.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan kenaikan tarif tersebut tidak sejalan dengan kenaikan upah minimum masyarakat.
"Pada 2020 tekanan ekonomi besar seperti kenaikan BPJS Kesehatan, tarif dasar listrik 900 watt lebih terasa, dan beberapa peluang kenaikan harga itu juga besar di bahan pangan. Itu yang membuat konsumsi domestik turun," kata Tauhid di Jakarta, Selasa (26/11).
Dengan kenaikan tarif itu, kata Tauhid, masyarakat akan mengurangi belanja-belanja yang dianggap tidak perlu di luar belanja kebutuhan pokoknya. Sehingga, lanjutnya, terjadi penurunan pertumbuhan di sektor retail.
Dia pun memprediksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2020 akan turun meskipun tetap tumbuh di atas 5%.
"Kesanggupan masyarakat untuk pengeluaran lain menjadi turun, misalnya untuk retail itu turun," ujarnya.
Sementara itu, kata Tauhid, dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, diperkirakan akan ada migrasi kelas layanan dari kelas dua ke kelas tiga, atau kelas tiga ke kelas penerima bantuan iuran (PBI) karena ketidaksanggupan bayar. Hal ini otomatis akan membebani pemerintah.
"Dalam situasi tersebut pemerintah harus terus menambal kekurangan iuran dari defisit BPJS Kesehatan yang sudah terjadi," ucapnya.
Sebaliknya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir mengatakan kenaikan tarif tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap konsumsi RT karena kenaikannya relatif kecil.
Iskandar menuturkan, meski kenaikan iuran BPJS Kesehatan mencapai 100%, namun biaya yang harus dikeluarkan masyarakat masih relatif lebih kecil dibandingkan pendapatannya.
Iskandar pun menuturkan, kenaikan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Dia pun memprediksi pertumbuhan konsumsi pada 2020 akan tetap positif di angka 5%.