close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Depot Pengisian Pesawat Udara PT Pertamina (Persero) mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Avtur ke salah satu pesawat komersil di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh. Antara Foto
icon caption
Petugas Depot Pengisian Pesawat Udara PT Pertamina (Persero) mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Avtur ke salah satu pesawat komersil di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh. Antara Foto
Bisnis
Sabtu, 15 Juni 2019 17:57

Teknologi dan SDM andil menyumbang tingginya harga tiket pesawat

Kenaikan harga tiket pesawat berjalan sesuai dengan prinsip ekonomi.
swipe

Pengamat penerbangan Chappy Hakim, mengatakan langkah pemerintah yang meminta maskapai penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawt disebut tidak tepat sasaran. Ia menilai, kenaikan tarif pesawat sudah semestinya terjadi. 

Menurut Chappy, kenaikan harga tiket pesawat berjalan sesuai dengan prinsip ekonomi. Itu karena tingginya harga avtur di pasaran dunia. Juga disebabkan karena nilai tukar rupiah terhadap dollar yang semakin tergerus menjadi penyebab utamanya.

“Harganya memang harus sudah tinggi, karena avtur naik dan kurs dollar juga naik. Pesawat itu operasionalnya menggunakan dollar, sementara pendapatannya dengan rupiah,” kata Chappy di Jakarta, Sabtu (15/6).

Ia melanjutkan, tekanan yang terus dilakukan oleh pemerintah terhadap maskapai penerbangan agar menurunkan tarifnya tidak relevan. Selain faktor kurs dollar dan avtur, ada beberapa alasan lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah mengapa maskapai penerbangan menetapkan tarif yang tinggi.  Itu antara lain mengenai keamanan dan pengembangan sumber daya manusia.

“Mereka kan harus mengadakan pelatihan secara berkala dan biayanya mahal, karena teknologi pesawat terus berkembang, belum lagi masalah keselamatan kita kan gak mau tarif turun, safety juga diturunkan,” ujarnya.

Chappy menambahkan, teknologi pesawat diketahui berkembang sangat pesat. Berbeda dengan teknologi angkutan kapal atau angkutan darat. Ia mencontohkan dampak perkembangan teknologi yang tidak diikuti dengan perkembangan keahlian yang dimiliki oleh sumber daya manusia. Itu bisa mengakibatkan timbulnya korban jiwa akibat kecelakaan.

“Kasus Boeing 737 max 8 itu, salah satu perhatian mengenai kecelakaan itu, tertinggalnya pendidikan sdm dengan teknologi yang sangat cepat itu. Ada gap tertentu, dan hasilnya adalah kecelakaan,” ucapnya.

Hal yang sama dikatakan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Menurut Agus pemerintah tidak perlu mengatur mengenai potensi-potensi pendapatan yang bisa diraih pihak maskapai penerbangan. Pemerintah disebutnya cukup membuat batasan-batasannya saja.

“Biarkan mereka mencari sendiri, jangan diatur. Artinya batasan-batasan sudah ditetapkan, tapi bagaimana mereka bisa untung silakan mereka diatur,” kata Agus.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan