Pemerintah akan menindak tegas perusahaan yang tidak membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawan hingga tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2018. Kementerian Ketenagakerjaan juga mengimbau pekerja melaporkan perusahaan yang melakukan kelalaian ke Posko THR Kemnaker di Jakarta dan perwakilan di daerah.
“THR ini merupakan hak dari para pekerja, otomatis menjadi kewajiban normatif dari pengusaha untuk membayarkannya,” kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri dalam konferensi pers Posko THR di Jakarta, Senin (28/5).
Perusahaan yang telat membayar THR kepada karyawan akan dikenakan denda sebesar 5% dari total beban tunjangan hari raya. Hal ini sesuai dengan pasal dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Kemnaker juga membentuk satuan tugas Peduli Lebaran. Dua fungsi satgas ini yakni membuka Pos Komando (Posko) Peduli Hari Raya Idul Fitri 1439 H dan posko mudik. Posko THR akan memfasilitasi masyarakat yang mengadu perihal pembayaran THR. Sedangkan, posko mudik memfasilitasi perihal mudik para pekerja ke daerah asalnya.
“Biasanya dari tahun ke tahun ada berbagai pengaduan. Maka di sini akan kami fasilitasi kemudian diverifikasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ada,” ujarnya.
Kemnaker juga sudah melayangkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Tunjangan Hari Raya. Dalam surat edarannya, Hanif menginstruksikan Pemerintah Daerah (Pemda) segera menindaklanjuti posko THR di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinakertrans) di masing-masing Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. Sehingga persoalan pembayaran THR yang muncul di daerah juga bisa mendapat solusi segera mungkin. Posko THR akan beroperasi sampai dengan 22 Juni.
Catat 3.028 pengaduan
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan pada tahun lalu, Posko Lebaran dibuka 8 Juni sampai 5 Juli 2017. Dari data Posko THR Kemnaker 2017 terdapat sekitar 3.028 pengaduan yang dipisahkan THR dan Non THR.
Wilayah yang menjadi lokasi dari pekerjaan yang mengadu itu dibagi menjadi enam wilayah, yaitu dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan NTT. Sebanyak 412 pengaduan berkaitan dengan THR. Kemudian dibagi menjadi dua yaitu THR yang tidak dibayarkan sekitar 209. Kemudian THR yang kurang dari kententuan adalah 122.
Mekanisme untuk pengaduan ini adalah dibagi dua, pengaduan datang langsung dan menggunakan pengaduan via media sosial.
Sementara, pengaduan sebanyak 296 ditujukan kepada perusahaan jenis perseroan terbatas, 25 pengaduan kepada yayasan, kepada badan usaha perorangan ada 17 pengaduan, sedangkan yang lainnya sebanyak 74 pengaduan.
“Memang banyak pengaduan-pengaduan yang tanpa identitas, itulah sebabnya petugas-petugas nanti akan memilah mana yang tanpa identitas dan mana yang dengan identitas,” katanya.
Adapun mekanisme pembayaran THR pada tahun ini masih merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja / Buruh di Perusahaan. Permenaker yang merupakan salah satu peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan ini juga secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam Permenaker yang diundangkan pada 8 Maret 2016 itu, menyebutkan Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan.
Selanjutnya, bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka mendapat THR sebesar satu bulan upah. Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi dua belas bulan dikali satu bulan upah.
Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Dalam peraturan tersebut, diatur juga mengenai pengawasan pelaksanaan pembayaran THR yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan serta adanya sanksi berupa denda dan sanksi admisnistratif terhadap pengusaha dan perusahaan yang melakukan pelanggaran.