close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. Istimewa
icon caption
ilustrasi. Istimewa
Bisnis
Selasa, 27 September 2022 17:03

Terapkan 7 kebijakan strategis, BNI berhasil catat laba bersih Rp8,8 triliun di semester I-2022

The Fed beberapa waktu lalu telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 basis poin (bps) menjadi 3,25%.
swipe

Kondisi makro ekonomi dalam proses pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 cukup menantang. Usai pandemi, adanya perang Rusia-Ukraina memicu krisis energi dan pangan yang berdampak pada naiknya harga komoditas energi dan pangan. Kenaikan harga energi dan pangan turut menaikkan lonjakan inflasi global, sehingga kenaikan suku bunga tak dapat dihindari sebagai upaya menekan inflasi.

The Fed beberapa waktu lalu telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 75 basis poin (bps) menjadi 3,25%. Kenaikan ini juga direspons oleh Bank Indonesia (BI) yang ikut menaikkan suku bunga (BI7DRR) sebanyak 50 bps menjadi 4,25% untuk menurunkan ekspektasi inflasi. BI memprediksi inflasi inti Indonesia pada tahun ini mencapai 4,6%.

“Pada akhir 2022 BI7DRR kemungkinan akan mengalami kenaikan 25 hingga 50 bps, ini untuk mengantisipasi kenaikan inflasi karena harga komoditas dan inflasi musiman jelang natal dan tahun baru. Sedangkan Fed Fund Rate berada di level median 3,5% di akhir tahun ini,” tutur Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (27/9).

Selain menaikkan suku bunga, per 1 September 2022 BI juga mengerek rasio Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan menjadi 9%. Diketahui sejak 1 Maret hingga 15 September 2022, penyesuaian GWM telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp269,3 triliun.

Adanya kebijakan tersebut, maka dampak bagi perbankan menurut Royke adalah likuiditas lebih ketat namun tetap longgar untuk penyaluran kredit dunia usaha.

“Ada potensi pengetatan likuiditas dan tentu dampaknya akan ke perbankan adalah Cost of Fund (CoF) akan naik, walaupun CoF saat ini belum signifikan berubah,” tambah Royke.

Berdasarkan kondisi ekonomi makro Indonesia tersebut, Royke menjelaskan BNI akan menerapkan tujuh kebijakan strategis di tahun 2022. Pertama, meningkatkan kualitas kredit melalui perbaikan manajemen risiko, kedua mengoptimalisasi jaringan dan bisnis internasional dengan memperkuat partnership.

“Dengan kondisi saat ini ada peluang untuk memfasilitasi perusahaan Indonesia untuk go global, dan juga mengundang investasi asing masuk ke Indonesia dengan melihat potensi yang ada,” jelasnya.

Kemudian kebijakan ketiga adalah meningkatkan digital capability dalam memenuhi kebutuhan nasabah, keempat mengoptimalisasi kontribusi perusahaan anak, kelima meningkatkan ekspansi bisnis secara berkelanjutan. Lalu pada kebijakan keenam yaitu optimalisasi human capital (HC) dalam mendukung bisnis bank, dan ketujuh adalah meningkatkan current account saving account (CASA) dan fee based income (FBI) atau pendapatan yang diperoleh bank melalui pemberian jasa perbankan dengan peningkatan transaksi.

Menurut Royke, atas terlaksananya kebijakan tersebut, BNI selama semester I-2022 berhasil mencatatkan laba bersih Rp8,8 triliun atau tumbuh 75,1% year on year (yoy). Ini diperoleh juga dari ekspansi kredit yang tumbuh 8,9% yoy atau senilai Rp620,4 triliun, kemudian juga kinerja penghimpunan dana masyarakat yang kuat dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik 7,0% atau mencapai Rp691,8 triliun.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan