close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga tiket pesawat berpengaruh terhadap posisi inflasi Maret 2019 ini.  / Antara Foto
icon caption
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga tiket pesawat berpengaruh terhadap posisi inflasi Maret 2019 ini.  / Antara Foto
Bisnis
Senin, 01 April 2019 15:47

Tiket pesawat mahal biang kerok inflasi Maret 2019

Harga tiket pesawat yang mahal menyebabkan inflasi pada Maret 2019, dan anjloknya penumpang pesawat pada Februari 2019.
swipe

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga tiket pesawat berpengaruh terhadap posisi inflasi Maret 2019 ini. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan inflasi Maret sebesar 0,11% disumbang oleh kenaikan harga bawang merah, bawang putih dan tarif angkutan udara. 

"Tarif angkutan udara memberikan andil 0,03%. Tarif angkutan udara memang sempat mengalami kenaikan yang tidak biasa, sehingga memberi pengaruh dominan terhadap inflasi namun bukan yang utama," kata Suhariyanto saat jumpa pers di Kantor BPS, Jakarta, Senin (1/4).

Di samping itu, kenaikan harga tiket pesawat juga menyebabkan jumlah penumpang anjlok. Selama Februari 2019, jumlah penumpang angkutan udara domestik yang diberangkatkan mencapai 5,6 juta penumpang. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 15,46% dibandingkan Januari 2019 sebanyak 6,6 juta orang. 

Secara tahunan, jumlah penumpang Januari-Februari 2019 dibanding periode yang sama tahun lalu juga turun sebesar 15,38%. Tahun lalu, pada periode tersebut jumlah penumpang pesawat mencapai 14,5 juta orang.

"Ada berbagai alasan. Februari memang jumlah harinya lebih pendek. Persoalan lain, yakni harga tiket yang menjadi keluhan," ujar dia.

Penurunan jumlah penumpang ini terjadi di seluruh bandara utama yang meliputi Bandara Kualanamu (Medan) sebesar 29,17%, Hasanuddin (Makassar) 19,11%, Ngurah Rai (Denpasar) 16,73%, Juanda (Surabaya) 15,56% dan Soekarno Hatta (Jakarta) 7,40%.

Jumlah penumpang domestik terbesar tercatat berasal dari Bandara Soekarno Hatta (Jakarta) yakni 1,3 juta orang atau 23,76% dari keseluruhan penumpang domestik, diikuti Juanda (Surabaya) 4731.000 atau 8,40%.

Sementara itu, jumlah penumpang angkutan udara domestik Januari-Februari 2019 mencapai 12,3 juta orang atau turun 15,38% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,5 juta orang.

Jumlah penumpang terbesar tercatat di Soekarno Hatta (Jakarta) mencapai 2,8 juta orang atau 22,64% dari keseluruhan penumpang domestik, diikuti Juanda (Surabaya) 1,0 juta orang atau 8,14%.

Sementara itu, jumlah penumpang angkutan udara ke luar negeri pada Februari 2019 sebanyak 1,4 juta orang atau turun 7,04% dibandingkan Januari 2019. 

Penurunan jumlah penumpang terjadi di Bandara Ngurah Rai (Denpasar) sebesar 7,85%, Soekarno Hatta (Jakarta) 7,53%, Juanda (Surabaya) 7,47%, dan Kualanamu (Medan) 1,71%. Sedangkan, kenaikan jumlah penumpang terjadi di Bandara Hasanuddin (Makassar) sebesar 19,83%.

Jumlah penumpang internasional terbesar tercatat di Soekarno Hatta (Jakarta) mencapai 577.300 orang atau 41,35% dari keseluruhan penumpang ke luar negeri, diikuti Ngurah Rai (Denpasar) 499.000 orang atau 35,74%.

Sementara itu, President Director Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin memaparkan penurunan jumlah penumpang pesawat dipicu oleh sejumlah faktor, seperti harga tiket, perubahan pola konsumsi/bepergian masyarakat, hingga kurangnya inovasi maskapai.

"Pada akhir 2018, awal Desember sudah terlihat penurunan 15%-20%, salah satunya karena harga tiket. Ini sesuatu yang sifatnya dinamis seperti halnya kenaikan biaya produksi, ini konsekuensi bisnis penerbangan," katanya, dikutip dari Antara, Senin (1/4).

Salah satu komponen biaya produksi, yaitu harga avtur yang sangat dinamis karena mengikuti harga minyak dunia. "Namun, apakah berdampak signifikan ke kenaikan harga tiket dan menyebabkan penurunan pelanggan yang bepergian, sebetulnya tidak langsung," katanya.

Ziva menuturkan saat ini masyarakat mulai jeli melihat opsi-opsi dalam bepergian, ditambah dengan perbaikan moda transportasi lain yang sudah terintegrasi dan harga yang lebih kompetitif.

"Mungkin tersedianya moda transportasi lain, laut, darat semakin nyaman, terintegrasi, aman dan harganya lebih kompetitif jadi pilihan, sehingga perjalanan udara agak menurun," katanya.

Ziva juga menyoroti pada  tahun politik belanja (spending) masyarakat untuk bepergian, rekreasi cenderung berkurang dan cenderung mengalokasikan belanja ke kebutuhan utama.


 

img
Soraya Novika
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan