close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Foto Antara/Astrid Faidlatul Habibah.
icon caption
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Foto Antara/Astrid Faidlatul Habibah.
Bisnis
Jumat, 27 Desember 2019 12:03

Transaksi ekspor impor bisa dipantau online tahun depan

BI dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menerapkan Sistem informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika atau SiMoDIS mulai 1 Januari 2020.
swipe

Bank Indonesia (BI) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan meningkatkan kepatuhan pengusaha dengan implementasi Sistem informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika atau SiMoDIS mulai 1 Januari 2020.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan sistem ini mengintegrasikan arus dokumen ekspor impor dari DJBC dengan arus uang dari BI sehingga pemerintah dapat melakukan rekonsiliasi antara data tersebut dengan transaksi devisa secara komprehensif.

"Sinergi ini payung hukumnya adalah nota kesepahaman antara Gubernur BI dan Menteri Keuangan pada 7 Januari 2019 yang dilanjutkan perjanjian kerja sama antara BI dan DJBC," katanya di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (27/12).

Heru menuturkan perjanjian kerja sama itu mengatur ruang lingkup pertukaran data dan informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak terkait kegiatan ekspor dan impor, serta pelaksanaan joint analysist terhadap kepatuhan pengusaha tentang kepabeanan dan devisa atas kegiatan ekspor dan impor.

Pertukaran data dan informasi dalam perjanjian tersebut meliputi data ekspor dan impor, data manifes, data devisa hasil ekspor, pembayaran impor, serta profil eksportir dan importir.

Ia mengatakan DJBC dan BI juga akan melakukan pengembangan kompetensi dari sisi sumber daya manusia seperti pelatihan, seminar, penelitian dan praktik kerja lapangan untuk melancarkan kegiatan tersebut.

Kewajiban pelaporan devisa

Heru menjelaskan sistem ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan devisa sehingga diharapkan dapat mendukung pengendalian defisit neraca transaksi berjalan.

Ia menuturkan SiMoDIS memberikan informasi yang lengkap tentang nilai ekspor dan nilai impor yang sesungguhnya berdasarkan nilai devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa pembayaran impor (DPI).

"Sistem ini merepresentasikan suatu kerja yang tersistem, terotomasi, dan real time atau seketika," ujarnya.

Hasil dari rekonsiliasi data digunakan sebagai salah satu indikator untuk penyusunan profiling kepatuhan pengusaha yaitu pengusaha yang masuk golongan patuh akan diberikan status yang Iebih baik daripada pengguna yang tidak patuh.

"Kalau dari sisi BC kita bisa melakukan konsiliasi sehingga tidak ada lagi under atau over invoice. Itu prinsipnya," katanya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan SiMoDIS juga dapat meningkatkan efisiensi pelaporan karena mengurangi beban pelaporan dan memberikan umpan balik informasi secara cepat dan online.

"Sistem ini bisa menyediakan informasi penawaran dan permintaan valas dari kegiatan transaksi ekspor dan impor secara cepat, tepat, dan akurat," katanya.

Ia melanjutkan, pada 29 November 2019 pihaknya telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran lmpor untuk mendukung implementasi SiMoDIS.

Destry menjelaskan PBI itu mencakup ketentuan penerimaan devisa hasil ekspor, penerimaan devisa hasil ekspor dari sumber daya alam, dan penambahan pengaturan kewajiban pelaporan devisa pembayaran impor.

"Ketentuan pelaksanaan atas PBI tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat," ujarnya.

Insentif dan sanksi
    
Lebih lanjut, Heru menuturkan eksportir yang patuh akan mendapatkan insentif berupa kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), kawasan berikat (KB), authorized economic operator (AEO), dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam proses layanan restitusi pajak.

Sedangkan untuk importir yang patuh akan diprioritaskan untuk mendapatkan insentif berupa importir jalur prioritas, mitra utama (MITA), dan AEO.

Di sisi lain, Heru menegaskan bagi pengusaha yang tidak patuh akan dikenakan sanksi administrasi atau penundaan pelayanan dan pemblokiran, serta masuk dalam dalam pengawasan melalui skema joint program antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak.  (Ant)

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan