Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi pendapatan negara dalam APBN 2020 mengalami kontraksi sebesar 16,7% atau turun Rp327 triliun dari realisasi 2019 yang mencapai Rp1.960,6 triliun.
Realisasi pendapatan negara pada 2020 hanya menyentuh Rp1.633,6 triliun atau 96,1% dari target yang sebesar Rp1.699,9 triliun pada Perpres 72/2020.
Dia menjelaskan, turunnya pendapatan negara sepanjang 2020 tersebut disebabkan oleh penurunan penerimaan pajak dan banyaknya insentif yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19.
"Itu adalah shock yang terjadi dari kombinasi penerimaan pajak yang turun dan insentif yang kami berikan untuk sektor usaha," katanya dalam video conference, Rabu (6/1).
Di sisi lain, belanja negara mengalami lonjakan yang signifikan. Hingga akhir tahun realisasi belanja negara mencapai Rp2.589,9 triliun atau 94,6% dari target sebesar Rp2.739,2 triliun, dan meningkat 12,2% dibandingkan tahun lalu.
Dia memaparkan, peningkatan belanja negara tersebut utamanya terjadi di belanja pemerintah pusat dengan realisasi mencapai Rp1.827,4 triliun atau 92,5% dari target Perpres 72/2020 sebesar Rp1.975,2 triliun.
"Dalam hal ini kenaikan belanja, terutama belanja pemerintah pusat naik 22,1% dibandingkan realisasi 2019. Artinya pemerintah pusat lebih tinggi dari target awal (Rp1.683,5 triliun)," ujarnya.
Sementara itu, dana Transfer Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami penurunan 6,2% dibandingkan realisasi tahun lalu. TKDD tahun ini ditargetkan sebesar Rp763,9 triliun dan telah terealisasi Rp762,5 triliun atau mencapai 99,8% dari target.
"Kalau dilihat TKDD turunnya jauh lebih kecil dari pendapatan negara kita yang mengalami penurunan 16,7%. Harusnya TKDD mengikuti pendapatan negara, namun pemerintah tetap menjaga agar daerah tidak mengalami shock sehingga penurunannya tidak setajam penurunan pendapatan negara kita," ucapnya.
Dengan demikian, dari selisih belanja yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan negara tersebut, maka defisit APBN di 2020 tercatat sebesar Rp956,3 triliun atau 6,09% PDB, dan lebih rendah dari asumsi dalam Perpres 72/2020 yang sebesar Rp1.039,2 triliun atau 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB).