close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kripto. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi kripto. Foto Freepik.
Bisnis - Kripto
Minggu, 01 September 2024 18:58

Turun hingga di bawah US$60.000, bagaimana nasib Bitcoin?

Bitcoin kembali bergerak sangat fluktuatif, setelah sempat menyentuh level US$64.000, kini kembali turun di bawah US$60.000.
swipe

Bitcoin kembali bergerak sangat fluktuatif, setelah sempat menyentuh level US$64.000, kini kembali turun di bawah US$60.000. Penurunan lebih dari 4% ini memicu kekhawatiran akan potensi tren bearish yang lebih panjang, terutama di tengah pasar yang masih mencari arah jelas.

Bagaimana nasib Bitcoin?

Trader Tokocrypto Fyqieh Fachrur menyebut penurunan ini terjadi setelah pidato Ketua Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, Jerome Powell, yang memicu reli ke level tertinggi US$65.055 pada Jumat (23/8). Namun, sentimen positif ini tidak bertahan lama.

"Pekan terakhir Agustus, ada beberapa indikator ekonomi AS meredakan kekhawatiran tentang kemungkinan pendaratan keras ekonomi AS. Hal ini juga mengurangi spekulasi tentang pemangkasan suku bunga agresif oleh The Fed, yang berimbas negatif pada harga Bitcoin," kata Fyqieh.

Arus masuk pasar exchange traded fund (ETF) Bitcoin spot di Amerika Serikat yang mencapai total US$202,6 juta pada Selasa (27/8) juga sempat mendorong harga Bitcoin ke level tertinggi harian US$63.236. Namun, aksi jual segera mengikuti, mencerminkan kehati-hatian investor di tengah pasar yang masih diliputi ketidakpastian.

Faktor lain yang turut mempengaruhi harga Bitcoin adalah inflasi dan data pengeluaran pribadi di AS. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada 2024 disebut dapat meningkatkan permintaan Bitcoin, tetapi inflasi yang tinggi dan peningkatan pengeluaran pribadi meredam harapan pemangkasan suku bunga pada September, yang pada gilirannya berdampak negatif pada harga Bitcoin.

Data dari FedWatch Tool milik CME Group menunjukkan peluang pemotongan suku bunga bank sentral AS sebesar 25 basis poin dan 50 basis poin masing-masing sebesar 65,5% dan 34,5%.

Menurut Fyqieh, keputusan The Fed ini akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pergerakan Bitcoin dalam beberapa bulan mendatang. Jika The Fed menunda pemangkasan suku bunga, harga Bitcoin diramal bisa jatuh hingga ke level US$55.000, memberikan tekanan tambahan pada pasar.

"Sentimen pasar secara keseluruhan dalam jangka pendek masih tetap bearish, dengan banyak trader yang mengambil posisi short pada Bitcoin," katanya. 

Analisisnya, September biasanya menjadi bulan yang menantang bagi Bitcoin, dengan data historis menunjukkan harga cenderung turun rata-rata 5,64% dalam periode 2013-2022. Namun, pada September 2023, Bitcoin berhasil mencatat kinerja positif, yang merupakan pertama kali sejak 2016.

"Hal ini memberikan sedikit keyakinan di tengah pasar yang bearish," lanjut Fyqieh.

Potensi lonjakan September-Oktober 2024

Fyqieh menyebut Bitcoin saat ini berada dalam fase konsolidasi yang dikenal sebagai "ReAccumulation Range." Berdasarkan pola historis, fase ini bisa berlangsung hingga beberapa bulan sebelum terjadi lonjakan harga yang signifikan. Jika pola ini terulang, Bitcoin bisa mengalami lonjakan harga pada Oktober 2024, seiring dengan reaksi pasar pasca-halving.

Pada siklus sebelumnya, Bitcoin mengalami fase konsolidasi selama 224 hari sebelum akhirnya melonjak. Jika pola ini kembali terulang, Bitcoin berpotensi mencapai level tertinggi sepanjang masa (ATH) pada akhir September 2024. Potensi lonjakan ini juga diperkirakan akan menarik minat investor retail, yang bisa mendorong permintaan lebih tinggi dan mendorong harga menuju level yang lebih tinggi.

"Bitcoin saat ini berada dalam tren bearish yang lebih besar, sebagaimana ditunjukkan oleh indikator Super Trend pada kerangka waktu 4 hari dan 2 hari. Level resistensi utama terletak di sekitar US$68.000, membentuk batas atas pola wedge yang melebar dan menurun. Resistensi lainnya berada di US$64.500 dan US$62.900, yang kini kembali berperan sebagai resistensi setelah penurunan harga baru-baru ini," analisa Fyqieh.

Di sisi dukungan, area kuat teridentifikasi di kisaran US$56.000 hingga US$57.000, dengan level dukungan tambahan di US$58.000 dan antara US$60.000 hingga US$61.000. Jika Bitcoin jatuh di bawah kisaran US$56.000 hingga US$57.000, diprediksi bisa memicu penurunan lebih lanjut menuju US$53.000 atau bahkan lebih rendah, tergantung pada kondisi pasar yang ada.

Meskipun penurunan harga Bitcoin di bawah US$60.000 menimbulkan kekhawatiran, analisis teknikal dan historis menunjukkan pasar mungkin masih dalam fase konsolidasi.

"Potensi lonjakan harga pada Oktober 2024, seiring dengan keputusan kebijakan suku bunga oleh The Fed, memberikan harapan bagi investor yang tetap optimistis terhadap masa depan Bitcoin," katanya.

Dia menyebut, pergerakan harga dalam beberapa bulan ke depan akan menjadi perhatian utama, terutama bagi mereka yang mencari peluang di pasar kripto yang dinamis ini.

Bitcoin dan PEPE favorit investor

Sementara itu, pasar aset kripto di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada Juli 2024 mencapai Rp42,34 triliun atau naik 3,69% dari bulan sebelumnya yang mencatatkan nilai Rp40,83 triliun. Adapun dari Januari hingga Juli 2024, total nilai transaksi telah mencapai Rp344,09 triliun, atau melonjak 353,94% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia juga terus bertambah. Hingga Juli 2024, Bappebti mencatat ada sekitar 20,59 juta pelanggan aset kripto di Indonesia atau naik 348.769 pelanggan dalam satu bulan.

Kepala Bappebti, Kasan mengatakan data terbaru ini menunjukkan potensi besar pasar kripto di Indonesia yang terus berkembang pesat. Menurutnya, regulasi yang diterapkan oleh pemerintah telah memberikan kepastian hukum bagi pelaku pasar dan investor. 

"Peningkatan nilai transaksi dan jumlah pelanggan menunjukkan masyarakat Indonesia semakin memahami dan memanfaatkan aset kripto sebagai instrumen investasi yang menjanjikan. Bappebti akan terus mendukung perkembangan ini dengan memperkuat regulasi yang ada serta memastikan perlindungan konsumen tetap menjadi prioritas utama," ujar Kasan.

Beberapa aset kripto yang paling banyak diminati oleh investor Indonesia yakni PEPE, USDT, Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH) dan Solana (SOL). CEO Tokocrypto Yudho mengatakan fenomena ini menunjukkan minat investor tanah air tidak hanya fokus pada aset kripto yang sudah mapan seperti Bitcoin, tetapi juga pada aset kripto baru yang sedang naik daun seperti PEPE.

Menurutnya, popularitas aset kripto seperti PEPE, USDT, Bitcoin, dan Solana itu menunjukkan diversifikasi portofolio yang semakin matang di kalangan investor. Pemodal tidak hanya mencari keamanan dalam aset-aset mapan, tetapi juga tertarik untuk mengeksplorasi peluang pertumbuhan di aset-aset kripto baru yang memiliki potensi tinggi.

"Tren ini menjadi indikasi para investor semakin cerdas dalam mengambil keputusan investasi, serta semakin siap menghadapi dinamika pasar kripto yang terus berkembang," tambah Yudho.

Kendati demikian, di balik pertumbuhan yang pesat ini, dia bilang, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi, seperti volatilitas harga dan risiko penipuan. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk selalu melakukan riset yang mendalam sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam aset kripto. 

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan