Akses pendanaan menjadi pertimbangan besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hadirnya teknologi finansial membuat akses ke pinjaman semakin mudah. Namun, tak semua pinjaman online (pinjol) peer to peer (p2p) lending terjamin secara legal.
Tak heran jika banyak UMKM terjebak pinjol yang tidak sah. Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorini mengatakan jumlah pelaku usaha yang terjerat dalam perangkap pinjol ilegal sangat tinggi.
Salah satu penyebabnya adalah prosedur dan syarat program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM yang kurang fleksibel. "Pelaku usaha yang sudah pernah mendapatkan KUR tidak bisa mendapatkan lagi sehingga ke pinjol ilegal," ujar Hermawati belum lama ini, kepada Alinea.id.
Lalu, pelaku UMKM yang telah mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti bantuan tunai juga tidak bisa lagi mengakses KUR. Persoalan lain, sebagian besar bank meminta agunan kepada nasabah untuk KUR, sedangkan tak semua pelaku usaha memiliki aset yang dapat menjadi jaminan kredit.
"Secara persyaratan memang tidak diwajibkan menggunakan jaminan. Namun dalam praktiknya, perbankan penuh kehati-hatian sehingga tetap meminta jaminan," tuturnya,
Kemudian, rencana pemerintah untuk mengenakan pajak tarif normal bagi UMKM tahun depan dinilai makin memberatkan. Ini diarahkan setelah UMKM menikmati tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5% dari peredaran bruto sejak 2018, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Padahal, pandemi Covid-19 mengakibatkan penjualan UMKM lesu. Ditambah, suramnya kondisi ekonomi global serta harga barang yang mengalami kenaikan menyebabkan keuangan pelaku UMKM makin seret. UMKM membutuhkan pendanaan agar bisnis tetap hidup.
Di sisi lain, proses pengajuan pinjaman di platform tak resmi sangat mudah dan cepat. Hanya dalam hitungan menit, pinjaman cair dan UMKM bisa mengantongi dana segar.
"Proses pengajuan pinjaman ilegal juga tidak menggunakan BI checking. Jika calon debitur memiliki masalah dalam skor kredit, biasanya pinjol akan memberikan plafon yang kecil baru nanti bertambah besar seiring berjalannya waktu," ujarnya.
Sementara pengajuan KUR secara online masih sulit dilakukan. "Perbankan Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) bisa mengajukan KUR secara digital, namun persyaratan dan prosedurnya tidak semudah seperti yang disampaikan oleh pemerintah," lanjutnya.
Dia menyebut, kondisi ini menyebabkan realisasi penyaluran KUR makin turun. Pada tahun 2023 ini, pemerintah menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp297 triliun. Target KUR nasional ini telah mengalami revisi dari Rp400 triliun. Hingga 30 November 2023, KUR yang telah disalurkan Rp229,95 triliun atau 77,42% dari target. Adapun realisasi KUR tahun 2022 menyentuh Rp365,50 triliun atau sekitar 97,95% dari target sebesar Rp373,17 triliun.
Bak jamur di musim hujan, pinjol ilegal memang seolah sulit hilang. Satu diberantas, maka akan tumbuh lagi pinjol ilegal lainnya. Pada 2023 hingga akhir Oktober, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) telah memblokir 1.623 entitas pinjaman online ilegal. Selain itu, Satgas pada Oktober juga telah melakukan pemblokiran 47 rekening bank, pemblokiran 53 nomor telepon dan pemblokiran 309 nomor Whatsapp (WA) terduga pelaku pinjol ilegal.
Diuntungkan pemilu
Meski dihadapkan pada jerat pinjol ilegal, namun UMKM diprediksi akan tumbuh subur tahun depan. Hermawati mengatakan perkembangan UMKM akan diuntungkan oleh hajatan lima tahunan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Sektor yang akan terkena dampak positif dari pemilu yakni konveksi atau advertising," tuturnya.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menambahkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga akan meningkat di 2024. "Dicabutnya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) akan makin mencairkan mobilitas orang sehingga bisnis pariwisata makin bergairah," ujar Paul.