close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.
Bisnis
Sabtu, 15 Januari 2022 06:52

UMKM manfaatkan teknologi, sebar pesan untuk sayangi bumi

UMKM memasarkan produk ramah lingkungan melalui marketplace untuk menjangkau lebih banyak pembeli.
swipe

Aksi peduli terhadap lingkungan bisa dilakukan dalam banyak bentuk. Salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan plastik. Seperti halnya dilakukan Gatot (39) dalam kehidupan sehari-harinya.

“Saya enggak menghilangkan plastik dalam hidup saya, tetapi saya berusaha mengurangi,” ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (12/1).

Cara itu ia lakukan misalnya dengan memesan kebutuhan pokok rumah tangga seperti minyak goreng, sabun mandi, sabun cuci, dan produk-produk pembersih lainnya dari jasa layanan isi ulang. Menurutnya, cara ini cukup membuat sampah plastik di rumahnya berkurang.

Selain itu, ia juga kerap membawa wadah makanan miliknya saat membeli makanan di luar. “Kalau bisa malah mau mencari warung makan yang enggak menggunakan styrofoam, tetapi cukup dibungkus daun,” ujar bapak tiga anak ini.

Saat Idul Adha lalu, Gatot yang pernah menjadi panitia Kurban di lingkungan rumahnya itu juga pernah menggunakan plastik dari singkong. Pembagian daging kurban dilakukan dengan wadah besek bambu dan plastik singkong demi lebih ramah lingkungan.

Sampah plastik memang menjadi problem besar di dunia dan juga di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 menunjukkan, limbah plastik Indonesia mencapai 66 juta ton per tahun. Sementara studi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di tahun 2018 memperkirakan sekitar 0,26 juta hingga 0,59 juta ton plastik mengalir ke laut.

Bahkan, Jenna R. Jambeck dalam artikelnya Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean tahun 2015 mencatat Indonesia menjadi kontributor sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Estimasi sampah plastik yang dihasilkan Indonesia mencapai 0,48 juta metrik ton hingga 1,29 juta metrik ton per tahun. 

Limbah plastik mencemari perairan. Foto Pixabay.com.

Lebreton dalam River Plastic Emissions to The World’s Ocean (2015) mengungkap masalah sampah di Indonesia umumnya terjadi karena aktivitas antropogenik dari darat yang mengalir ke laut melalui sungai-sungai.

Kondisi ini mengundang keprihatinan banyak pihak. External Communications Senior Lead Tokopedia, Ekhel Chandra Wijaya mengungkapkan Tokopedia berkomitmen #SelaluAdaSelaluBisa mengajak dan mendukung masyarakat Indonesia dalam berperan aktif menjaga lingkungan.

“Salah satu upaya yang kami lakukan adalah dengan memberikan panggung bagi para pegiat usaha lokal yang mengusung produk atau inisiatif ramah lingkungan,” ujar Ekhel, dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (13/1). 

Kontribusi UMKM Bukan Plastik dan Batik Mahkota Laweyan

Sejumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang membuka lapak secara online di Tokopedia memiliki produk ramah lingkungan. Salah satunya, UMKM Bukan Plastik yang menggunakan ketela dan bambu sebagai pengganti kantong plastik. Inovasi UMKM asal Semarang, Jawa Tengah ini menitikberatkan pada kantong plastik belanja dari singkong atau ketela (cassava bag) dan produk alat makan seperti sedotan, sendok, dan garpu dari bambu.

Bukan Plastik yang didirikan oleh Aisa Putri Wibowo membuka lapak online di marketplace besutan William Tanuwijaya ini sejak April 2020. Tujuannya, menyediakan pengganti plastik sekali pakai dengan plastik organik yang ramah lingkungan khususnya kantong dan sedotan.

Kehadiran platform digital Tokopedia membantu Bukan Plastik mengajak lebih banyak masyarakat menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan. Dokumentasi.

Sejauh ini, produk Bukan Plastik mendapat sambutan cukup positif dari masyarakat. Penjualan produk ramah lingkungan ini juga mendapatkan rating 4,9 di Tokopedia. Aisa yang gemar membaca sejak kecil sudah menyadari pentingnya menjaga kelestarian bumi.

Ia pun berpikir keras bagaimana bisa turut berkontribusi menjaga bumi. Akhirnya, sejak April 2020 Aisa mendirikan usaha Bukan Plastik untuk mengajak masyarakat maupun pegiat usaha lain mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

“Dalam pembuatan kantong, kami menggunakan material saripati ketela yang dapat mudah terurai di tanah dalam waktu 180 hari. Sedangkan untuk pengganti sedotan, kami memakai bambu yang dibuat secara manual,” ungkap Aisa.

Aisa menilai kehadiran platform digital seperti Tokopedia sangat membantu Bukan Plastik mengajak lebih banyak masyarakat. Utamanya dalam menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan. Bahkan, penjualan melalui platform anak bangsa ini terbukti mampu meningkat hingga 10 kali lipat. Adapun produk terlarisnya adalah kantong plastik ketela dengan harga berkisar antara Rp750 sampai Rp2.950 untuk berat 10 gram.

“Lewat Tokopedia, penjualan kami meningkat hingga 10x lipat bahkan telah menjangkau wilayah Gorontalo,” tutur Aisa.

Selain Bukan Plastik, UMKM produsen batik berjenama Mahkota Laweyan yang didirikan Alpha Febela juga mengalami keuntungan dengan berlapak di Tokopedia. UMKM lokal asal Surakarta, Jawa Tengah yang sudah berdiri sejak 1960-an ini juga selalu mengutamakan kualitas batik serta pelestarian lingkungan.

Sejak awal, Alpha Febela berinisiatif tetap peduli terhadap lingkungan melalui proses produksi Batik Mahkota Laweyan. Usaha ini berdiri sejak tahun 2005 atau satu tahun setelah hadirnya Kampoeng Batik Laweyan. Perusahaan keluarga yang sempat vakum pada tahun 1990-an ini kembali hadir dengan memproduksi batik tulis motif abstrak. 

Dalam perkembangannya, produk Batik Mahkota Laweyan kini sudah memperoleh sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Bahkan, untuk beberapa motif sudah didaftarkan untuk mendapatkan HAKI (Hak Kekayaan Intelektual).

“Kami juga sudah menggunakan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk menjaga air tanah tetap berkualitas bagus sebagai upaya menghindari pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah batik kami,” papar Alpha yang juga pemilik usaha Batik Mahkota Laweyan.

Menurutnya, platform digital seperti Tokopedia telah membantu Batik Mahkota Laweyan meningkatkan transaksi hingga 2x lipat jika dibandingkan dengan sebelum pandemi. Apalagi pihaknya juga memberdayakan masyarakat sekitar sebagai pembatik dan juga penjahit.

Toko Batik Mahkota Laweyan dari Surakarta didirikan oleh Alpha Febela pada 2005, satu tahun setelah hadirnya Kampoeng Batik Laweyan. Dokumentasi.

“Kami berharap dapat memperluas jangkauan pasar ke seluruh Indonesia melalui Tokopedia, dapat memulihkan ekonomi masyarakat sekitar, dan juga terus konsisten menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Alpha.

Adapun produk Mahkota Laweyan antara lain kain batik tulis dengan harga mulai Rp600.000 sampai Rp1.320.000 dan kemeja dengan kisaran harga Rp640.000 sampai Rp950.000.

Inisiatif hulu dan hilir

Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wahyu Perdana menyambut baik beragam inisiatif menjaga lingkungan yang timbul di tataran publik. Ia mengakui publik kian sadar dengan kepedulian mengurangi sampah plastik dan menjaga lingkungan.

Bersamaan dengan itu, publik juga sadar inisiasi yang timbul di antara mereka belum sepenuhnya didukung oleh kebijakan. “Makanya di Bali, Jakarta juga muncul beberapa desakan publik. Publiknya ngerti dia enggak bisa jalan sendiri, perlu dorongan pemerintah dan banyak sektor lain,” kata Wahyu saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (12/1).

Wahyu juga mengapresiasi langkah beberapa UMKM yang berinovasi menciptakan produk ramah lingkungan. Namun, katanya, dampaknya tidak akan signifikan jika tidak diikuti peran korporasi besar.

“Harus jujur diakui kalau kontribusi UMKM terhadap lingkungan dalam konteks makro kecil karena problemnya pada konteks kuantitas,” tambahnya.

Dia menjelaskan kontribusi UMKM yang peduli terhadap lingkungan bisa besar jika pemerintah memberikan kebijakan yang setara kepada UMKM. Misalnya dengan skema kemudahan investasi, insentif pajak, kemudahan pinjaman, dan lain-lain.

Pasalnya, lanjutnya, Walhi Jakarta yang kerap berkoordinasi dengan produsen UMKM plastik ketela misalnya, menemukan biaya produksi plastik ramah lingkungan masih sangat tinggi. Apalagi jika akhirnya produknya tidak terserap di pasaran tentu akan semakin sulit.

“Kami berulang kali melihat inisiasi publiknya sudah maju,” ungkapnya.

Sebagai contoh, Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 75 tahun tahun 2019 sudah mengatur tentang Extended Producer Responsibility (EPR). Kebijakan ini mengatur agar produsen atau korporasi bertanggung jawab penuh terhadap pengolahan sampahnya.

“EPR itu sudah lama sekali kebijakannya tapi sampai sekarang implementasinya masih terseok-seok,” tambah Wahyu.

Padahal, masalah persampahan perlu diselesaikan secara integrasi dari hulu yakni di tingkat produsen sampai hilir atau konsumen. Mengingat sampah plastik yang terkumpul didominasi sampah plastik kemasan. Karenanya, peran produsen dalam hal ini sangat besar.

“Bank sampah banyak, tapi apakah TPA (tempat pembuangan akhir) terpilahnya juga tersedia? Pertanyaan yang seringkali jawabannya enggak. Kasian di bawah ibu-ibu milah-milah sampah di bank sampah, begitu dijemput tercampur lagi sampahnya,” cetusnya.

Untuk itu, Wahyu mengharapkan peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan strategis dan peran produsen semakin ditingkatkan. Terutama dalam hal mendorong inisiatif publik yang ingin lebih ramah lingkungan.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

img
Kartika Runiasari
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan