close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Penjualan kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk., menuai pro dan kontra di masyarakat. /Alinea.id.
icon caption
Penjualan kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk., menuai pro dan kontra di masyarakat. /Alinea.id.
Bisnis
Jumat, 15 Maret 2019 21:30

Untung-rugi dan halal-haram jual saham Pemprov DKI di DLTA

Kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di DLTA mencapai 26,25% saham per 25 Februari 2019, setara Rp1,2 triliun.
swipe

Sewaktu kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno berjanji untuk melepas kepemilikan saham milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada produsen Anker Bir, PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA).

Kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di DLTA mencapai 26,25% saham per 25 Februari 2019, setara Rp1,2 triliun. Jumlah tersebut naik dari 23,33% saham per 31 Januari 2019. Jumat (15/3), saham DLTA tercatat berada di level Rp6.725 per lembar, menguat dari posisi pembukaan sebesar Rp6.700.

Beberapa waktu lalu, Anies mengatakan, hasil penjualan saham DLTA itu akan dimanfaatkan Pemprov DKI Jakarta untuk membangun fasilitas infrastruktur di Jakarta. Hingga kini, wacana tersebut menjadi pro dan kontra di masyarakat.

Masih menarik

Sementara itu, praktisi pasar modal sekaligus analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, prospek saham DLTA akan tetap sama, meski Pemprov DKI melepas saham mereka. Kondisi saham DLTA, lanjut William, tak likuid sehingga akan sulit dijual di pasar reguler.

“Saham menarik investor, dividen besar, tapi tidak cocok untuk trading karena kurang likuid,” kata William saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (15/3).

William menyarankan pada investor agar menahan saham mereka di DLTA. Ia melanjutkan, penjualan saham milik Pemprov DKI dalam jumlah besar kemungkinan akan dilakukan di pasar negosiasi.

“Kemungkinan tidak mengganggu pergerakan harga saham di pasar reguler,” tuturnya.

Bila penjualan saham itu jadi dilanjutkan Pemrov DKI, William melihat, Pemprov DKI akan mendapatkan keuntungan berupa dana segar. Namun, di sisi lain Pemprov DKI akan kehilangan dividen setiap tahun.

Sebagai informasi, dalam rapat umum tahunan pemegang saham (RUPS) pada 2018, Delta Djakarta membagikan dividen sebesar Rp208,1 miliar kepada para pemegang saham. Untuk itu, Willian menyarankan Pemprov DKI menyiapkan investasi baru agar dana hasil penjualan tak dipakai begitu saja, dan habis tanpa diinvestasikan kembali.

Dihubungi terpisah, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus, atau yang akrab disapa Nico, mengatakan hingga kini saham DLTA masih punya prospek menarik.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) saat meninjau pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Rabu (20/2). /Antara Foto.

"Selain tentunya merupakan salah satu saham consumer goods yang bisa kita lirik, khususnya akhir-akhir ini yang harganya mengalami kenaikkan sejak Februari lalu," ujar Nico saat dihubungi, Jumat (15/3).

Nico melihat, sejauh ini sektor minuman masih merupakan salah satu sektor yang menarik karena konsumsinya yang terus meningkat. "Untuk jangka waktu pendek kami melihat saham ini masih wait and see, terkait dengan pemberitaan pelepasan dari Pemprov DKI," kata Nico.

Lebih lanjut, Nico menilai secara jangka menengah hingga panjang, saham DLTA sendiri masih dapat dikatakan lebih bagus dibandingkan investor mengambil saham yang serupa, seperti Bintang Indonesia.

Harus persetujuan DPRD

Menanggapi wacana pelepasan kepemilikan saham Pemprov DKI di DLTA, Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan, harus dilakukan pembahasan dahulu dengan dewan, dan dibahas kajiannya. Ketika pelepasan saham itu memenuhi syarat dan sah, kata Bestari, baru DPRD bisa menjalankan tugas dan fungsinya.

“Masalahnya, dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 jelas diatur bahwa pelepasan atau pemindahtanganan barang milik pemerintah, harus melalui persetujuan DPRD. Saham ini kan milik pemerintah, yang nilainya lebih dari Rp5 miliar,” kata Bestari ketika dihubungi, Kamis (14/3).

Bestari mengatakan, mendirikan dan memberhentikan sebuah perusahaan harus jelas. Selain itu, harus ada juga kajian akademisnya.

“Jadi, terang-benderang, baru kita sampaikan ke masyarakat. Ketimbang sekarang menerka-nerka semua, halal-haram, untung-rugi. Jadi enggak karuan,” ujar dia.

Lebih lanjut, Bestari mengatakan, DPRD menerima surat permohonan persetujuan untuk melepas saham Pemprov DKI di DLTA, yang bergerak di bisnis bir. Setelah surat itu dikirimkan, lantas Pemprov DKI membuka komunikasi.

Misalnya, kata dia, dengan memaparkan niat dan maksud dalam rapat pimpinan gabungan. Kemudian, menjelaskan secara rinci. Seusai itu, mekanisme berikutnya adalah menentukan apakah pencabutan saham itu perlu aturan dalam bentuk perda atau tidak.

“Menurut saya tahapan-tahapan ini harus ada dan harus dilalui. Ini kita mengelola negara lho, bukan ecek-ecek seperti mengelola warung,” tutur Bestari.

Sewaktu kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno berjanji untuk melepas kepemilikan saham milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada produsen Anker Bir, PT Delta Djakarta Tbk. (DLTA).

Kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di DLTA mencapai 26,25% saham per 25 Februari 2019, setara Rp1,2 triliun. Jumlah tersebut naik dari 23,33% saham per 31 Januari 2019. Jumat (15/3), saham DLTA tercatat berada di level Rp6.725 per lembar, menguat dari posisi pembukaan sebesar Rp6.700.

Beberapa waktu lalu, Anies mengatakan, hasil penjualan saham DLTA itu akan dimanfaatkan Pemprov DKI Jakarta untuk membangun fasilitas infrastruktur di Jakarta. Hingga kini, wacana tersebut menjadi pro dan kontra di masyarakat.

Masih menarik

Sementara itu, praktisi pasar modal sekaligus analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, prospek saham DLTA akan tetap sama, meski Pemprov DKI melepas saham mereka. Kondisi saham DLTA, lanjut William, tak likuid sehingga akan sulit dijual di pasar reguler.

“Saham menarik investor, dividen besar, tapi tidak cocok untuk trading karena kurang likuid,” kata William saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (15/3).

William menyarankan pada investor agar menahan saham mereka di DLTA. Ia melanjutkan, penjualan saham milik Pemprov DKI dalam jumlah besar kemungkinan akan dilakukan di pasar negosiasi.

“Kemungkinan tidak mengganggu pergerakan harga saham di pasar reguler,” tuturnya.

Bila penjualan saham itu jadi dilanjutkan Pemrov DKI, William melihat, Pemprov DKI akan mendapatkan keuntungan berupa dana segar. Namun, di sisi lain Pemprov DKI akan kehilangan dividen setiap tahun.

Sebagai informasi, dalam rapat umum tahunan pemegang saham (RUPS) pada 2018, Delta Djakarta membagikan dividen sebesar Rp208,1 miliar kepada para pemegang saham. Untuk itu, Willian menyarankan Pemprov DKI menyiapkan investasi baru agar dana hasil penjualan tak dipakai begitu saja, dan habis tanpa diinvestasikan kembali.

Dihubungi terpisah, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus, atau yang akrab disapa Nico, mengatakan hingga kini saham DLTA masih punya prospek menarik.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) saat meninjau pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Rabu (20/2). /Antara Foto.

"Selain tentunya merupakan salah satu saham consumer goods yang bisa kita lirik, khususnya akhir-akhir ini yang harganya mengalami kenaikkan sejak Februari lalu," ujar Nico saat dihubungi, Jumat (15/3).

Nico melihat, sejauh ini sektor minuman masih merupakan salah satu sektor yang menarik karena konsumsinya yang terus meningkat. "Untuk jangka waktu pendek kami melihat saham ini masih wait and see, terkait dengan pemberitaan pelepasan dari Pemprov DKI," kata Nico.

Lebih lanjut, Nico menilai secara jangka menengah hingga panjang, saham DLTA sendiri masih dapat dikatakan lebih bagus dibandingkan investor mengambil saham yang serupa, seperti Bintang Indonesia.

Harus persetujuan DPRD

Menanggapi wacana pelepasan kepemilikan saham Pemprov DKI di DLTA, Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan, harus dilakukan pembahasan dahulu dengan dewan, dan dibahas kajiannya. Ketika pelepasan saham itu memenuhi syarat dan sah, kata Bestari, baru DPRD bisa menjalankan tugas dan fungsinya.

“Masalahnya, dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 jelas diatur bahwa pelepasan atau pemindahtanganan barang milik pemerintah, harus melalui persetujuan DPRD. Saham ini kan milik pemerintah, yang nilainya lebih dari Rp5 miliar,” kata Bestari ketika dihubungi, Kamis (14/3).

Bestari mengatakan, mendirikan dan memberhentikan sebuah perusahaan harus jelas. Selain itu, harus ada juga kajian akademisnya.

“Jadi, terang-benderang, baru kita sampaikan ke masyarakat. Ketimbang sekarang menerka-nerka semua, halal-haram, untung-rugi. Jadi enggak karuan,” ujar dia.

Lebih lanjut, Bestari mengatakan, DPRD menerima surat permohonan persetujuan untuk melepas saham Pemprov DKI di DLTA, yang bergerak di bisnis bir. Setelah surat itu dikirimkan, lantas Pemprov DKI membuka komunikasi.

Misalnya, kata dia, dengan memaparkan niat dan maksud dalam rapat pimpinan gabungan. Kemudian, menjelaskan secara rinci. Seusai itu, mekanisme berikutnya adalah menentukan apakah pencabutan saham itu perlu aturan dalam bentuk perda atau tidak.

“Menurut saya tahapan-tahapan ini harus ada dan harus dilalui. Ini kita mengelola negara lho, bukan ecek-ecek seperti mengelola warung,” tutur Bestari.

Bangun sekolah dan saluran air

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Riyadi saat ditemui beberapa waktu lalu, menjelaskan mengapa jumlah kepemilikan saham itu bertambah. Menurutnya, dahulu Pemprov DKI Jakarta punya saham di PT Delta Djakarta Tbk., dengan menggunakan dua nama, yakni nama Pemda DKI dan Badan Pengelola Investasi Penanaman Modal (BP IPM).

“Yang atas nama Pemprov DKI jumlahnya 23,33%, yang atas nama BP IPM 2,917%. Total 26,25%,” ucap Riyadi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Nama BP IPM lalu diubah menjadi Pemda DKI. Alasannya, kata dia, bila masih menggunakan nama BP IPM maka sahamnya tak bisa dijual, karena BP IPM sudah tidak ada.

Riyadi melanjutkan, saat ini sedang dalam proses kajian di internal Pemprov DKI. Setiap pelepasan aset negara, kata dia, harus ada kepastian nilainya. Ia menambahkan, kajian itu terkait harga dan penjualannya. Setelah semuanya beres, baru Pemprov DKI akan minta persetujuan DPRD DKI Jakarta.

Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, hasil penjualan saham akan digunakan untuk membangun sekolah dan infrastruktur lain.

“Itu ilustrasi, nanti ketika penggunaannya harus dibahas bersama dengan dewan, karena begitu dananya kembali ke Pemprov DKI maka nanti masuk ke dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” kata Anies saat ditemui usai menghadiri paripurna DPRD DKI Jakarta, Rabu (13/3).

Produk bir merek Anker dari PT Delta Djakarta Tbk. /commons.wikimedia.org/Lofor.

Setelah masuk ke APBD, lanjut Anies, pihaknya akan membahas bersama dewan. Anies mengaku sudah menggambarkan ilustrasi sekolah yang bisa dibangun 100 unit, serta 100.000 jaringan air bersih baru untuk 1 juta warga. Dengan penggambaran tersebut, dana yang akan dikeluarkan, kata Anies, sangat besar.

“Jadi, ilustrasi betapa uang ini besar. Sayang kalau uang besar itu dititipkan dalam usaha membangun industri minuman berakohol. Lebih baik digunakan untuk kegiatan pembangunan yang lain,” ujar dia.

Halal atau haram?

Ditilik dari hukum Islam, menurut Ketua Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Abdul Mustaqim, hasil penjualan saham bir tersebut haram hukumnya. Abdul menguatkan pandangannya dengan mengutip salah satu surat dalam Alquran, Al-Maidah ayat 90.

“Menjual minuman keras, baik langsung maupun dalam bentuk saham, haram,” kata Abdul saat dihubungi, Jumat (15/3).

Wacana penjualan saham Pemprov DKI di PT Delta Djakarta menuai pro dan kontra.

Lebih tepatnya, surat Al-Maidah ayat 90 berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”

Abdul mengatakan, meski hasil penjualan saham tersebut digunakan untuk kebutuhan orang banyak, hal itu akan kurang baik. Kondisi jual beli halal, lanjut dia, akan didapatkan bila jalan mendapatkannya benar, substansi barangnya bukan barang haram, dan sesuai syariat.

“Menyucikan diri dari barang haram bisa dengan meninggalkan usaha tersebut, menggantinya, dan mohon ampun,” kata Abdul.

img
Akbar Persada
Reporter
img
Annisa Saumi
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan