Upaya penyelamatan Sritex
Industri tekstil dan produk tekstil mengalami masa suram. Raksasa tekstil Asia Tenggara PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dengan utang mencapai Rp24 triliun. Alhasil, 20.000 pekerjanya pun terancam di-PHK atau pemutusan hubungan kerja.
Restrukturisasi utang dan insentif
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Eliza Mardian mengatakan pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan Sritex dengan restrukturisasi utang yang melibatkan empat kementerian terkait. Yakni, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Perindustrian.
Menurutnya, dengan menyusun skema restrukturisasi utang bisa membuat dampak yang lebih fleksibel bagi perusahaan tekstil yang sedang mengalami kesulitan. Bahkan, sudah seharusnya juga diberikan insentif untuk perusahaan berupa keringanan pajak dan subsidi energi. Langkah ini dianggap dapat menekan biaya produksi.
Selain itu juga perlunya menyusun skema penyelamatan karyawan dengan memastikan mereka masih mendapatkan haknya, serta memberikan jaring pengaman sosial bagi karyawan yang terdampak PHK.
“Saat ini empat kementerian dilibatkan, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perindustrian, maka yang pertama dilakukan adalah restrukturisasi utang,” katanya kepada Alinea.id, Sabtu (26/10).
Menurut Eliza, pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan diferensiasi tarif bea dan cukai. Khususnya bahan baku dan produk jadi untuk bisa mendorong daya saing industri nasional.
Kebijakan tarif untuk bahan baku yang lebih rendah memungkinkan produsen dalam negeri bisa bersaing lebih efektif dengan mengurangi biaya produksi. Sebaliknya, tarif tinggi untuk produk jadi impor bisa tetap memberikan perlindungan yang memadai bagi produk dalam negeri.
Dia menyebut, saat ini bahan baku tekstil justru dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan produk pakaian jadi impor. Hal ini membuat industri dalam negeri digempur produk impor tekstil jadi dari negara lain.
“Dalam rangka menjadi daya saing industri tepat dalam negeri maka pemerintah mesti serius mengatasi soal impor ilegal. Karena maraknya impor ilegal ini membanjiri pasar dalam negeri sehingga produk lokal kalah bersaing dari sisi harga,” jelasnya.
Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan pemerintah perlu melakukan langkah konkret untuk menyelamatkan industri tekstil. Menurutnya, krisis di Sritex menunjukkan betapa rentannya industri tekstil terhadap tekanan keuangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu berkoordinasi dengan bank-bank dan lembaga keuangan guna memberikan skema restrukturisasi utang yang lebih fleksibel bagi perusahaan tekstil yang mengalami kesulitan.
Pendekatan ini diperlukan untuk mencegah lebih banyak perusahaan tekstil yang terjerumus dalam kebangkrutan. Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif pajak dan subsidi energi bagi perusahaan tekstil untuk membantu mereka menurunkan biaya produksi.
"Apalagi, industri garmen sangat padat karya, sehingga biaya produksi yang lebih rendah akan membantu perusahaan-perusahaan ini bertahan dan tetap kompetitif di pasar global," katanya dalam keterangan yang diterima Alinea.id, Sabtu (26/10).
Presiden Prabowo Subianto juga harus mendorong konsolidasi dan kolaborasi industri. Dia bilang, industri tekstil Indonesia saat ini tersebar dan cenderung terfragmentasi, dengan banyaknya perusahaan kecil hingga menengah yang beroperasi secara independen.
Konsolidasi di sektor ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi kolaborasi antara perusahaan-perusahaan besar dan kecil. Dengan konsolidasi, industri tekstil dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya produksi, dan meningkatkan daya saing global.
"Juga dapat membentuk klaster industri tekstil yang terintegrasi, di mana perusahaan-perusahaan tekstil dapat beroperasi secara bersama-sama dalam satu ekosistem, dengan akses yang lebih mudah ke infrastruktur, bahan baku, dan teknologi produksi terbaru," katanya.
Sesudahnya diperlukan penguatan pasar domestik karena selama ini industri garmen Indonesia sangat bergantung pada pasar ekspor. Menurutnya, ketergantungan ini membuat industri rentan terhadap fluktuasi permintaan global dan ketidakpastian ekonomi internasional.
Sejumlah program seperti kampanye “Bangga Buatan Indonesia” harus terus diperkuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mendukung produk lokal. Sektor retail dan fashion domestik juga harus didorong untuk lebih mengutamakan penggunaan produk tekstil dalam negeri, yang pada gilirannya akan mendukung industri tekstil nasional.
Selain berlandaskan dukungan pada produk lokal, motivasi dalam infrastruktur teknologi pun diperlukan. Sebagai presiden, kata Achmad, Prabowo harus memfasilitasi investasi dalam teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi produksi, seperti penggunaan mesin otomatisasi, material ramah lingkungan, serta teknologi penghematan energi.
Pemerintah juga perlu mendukung riset dan pengembangan (R&D) di sektor tekstil, dengan menyediakan insentif bagi perusahaan yang berinovasi dalam menciptakan produk tekstil yang bernilai tambah tinggi. Seperti kain berbahan organik atau tekstil teknologi tinggi untuk keperluan medis dan olahraga.
Adapun bagi setiap pekerja yang terkena PHK, bisa diberikan paket bantuan sosial khusus. Selain itu, program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) harus diperluas agar para pekerja dapat mengakses peluang pekerjaan di sektor lain.
Menurut Achmad, badai PHK di sektor garmen, terutama dengan kepailitan Sritex, adalah sebuah krisis yang tidak bisa dianggap remeh. Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh para pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga akan mengguncang industri tekstil secara keseluruhan.
“Misalnya, pekerja garmen yang memiliki keterampilan menjahit atau produksi tekstil dapat dilatih untuk beralih ke industri lain yang sedang berkembang, seperti industri kreatif atau teknologi,” katanya.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan langkah penyelamatan Sritex bakal dilakukan sesuai perintah Prabowo. Menurut Agus, Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema.
"Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," kata Agus dalam keterangan resmi, Jumat (25/10).
Agus menuturkan fokus pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan Sritex yang terancam kena PHK. "Pemerintah segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK," ujarnya.