Usai libur Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak melejit diserbu investor asing.
Pada perdagangan hari pertama sejak libur panjang Lebaran, Senin (10/6), IHSG ditutup melejit 1,29% sebesar 80,49 poin ke level 6.289,61. IHSG bahkan sempat menyentuh level tertinggi 6.334,64 dengan kenaikan 2,02%.
Posisi IHSG menjadi jawara di kawasan Asean yang dibuntuti oleh bursa Filipina yang menguat 0,77%. Bahkan, posisi itu membuat IHSG positif 1,54% sejak awal tahun (year-to-date/ytd).
Investor asing kembali menyerbu lantai bursa dengan pembelian portofolio mencapai Rp5,88 triliun. Aksi beli bersih asing tercatat mencapai Rp480,8 miliar dan capaian net buy sejak awal tahun menebal menjadi Rp58,32 triliun.
Penguatan IHSG didorong oleh nyaris seluruh sektor yang menguat. Penguatan tertinggi terjadi pada sektor aneka industri sebesar 2,38%. Namun, penguatan ditahan oleh sektor agribisnis yang terkoreksi 0,73% dan pertambangan yang turun 0,24%.
Sementara itu, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat seiring rilis data inflasi Mei 2019. Rupiah menguat 19 poin atau 0,13% menjadi Rp14.250 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.269 per dolar AS.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, bagi negara berkembang seperti Indonesia, inflasi tinggi adalah sebuah setelan tetap (default setting), sebab permintaan terus tumbuh sementara industri domestik masih mencari bentuk terbaik. Artinya pasokan yang tersedia niscaya belum mampu memenuhi permintaan yang terus naik.
"Jadi inflasi rendah adalah sebuah berkah, karena pertanda permintaan yang tumbuh mampu dipenuhi oleh sisi penawaran. Sisi pasokan Indonesia semakin baik, dunia usaha semakin mampu untuk menyesuaikan irama permintaan konsumen," ujar Ibrahim di Jakarta, Senin (10/6).
Selain itu, lembaga rating S&P pada Jumat (31/5/2019) lalu yang menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan proyeksi (outlook) stabil, masih jadi katalis positif bagi rupiah.
"Keputusan ini membuat investor makin yakin untuk berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah ,terutama obligasi, karena kemungkinan gagal bayar semakin kecil," katanya.
Dari eksternal, rilis data Non Farm Payroll AS pada Mei yang tercatat 75.000, lebih rendah dari perkiraan sebesar 185.000, mengindikasikan bahwa penciptaan lapangan kerja di AS melambat dan memberi indikasi perlambatan ekonomi AS.
"Selain itu, rilis data tenaga kerja AS tersebut mendorong pelemahan dollar AS yang diikuti juga oleh penurunan yield US Treasury, mengingat ekspektasi pelaku pasar terhadap pemangkasan suku bunga Fed mulai meningkat seiring dengan ekspektasi perlambatan ekonomi AS pada tahun ini," ujar Ibrahim.
Rupiah pada pagi hari dibuka menguat Rp14.240 dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.240 per dolar AS hingga Rp14.255 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin ini menunjukkan, rupiah menguat menjadi Rp14.231 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.385 per dolar AS. (Ant).