Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berhasil membalik kinerja menjadi laba dari rugi triliunan rupiah.
Emiten pelat merah bersandi saham GIAA itu akhirnya meraup laba senilai US$809.846 setara dengan Rp11,3 miliar (kurs Rp14.000 per dollar Amerika Serikat) sepanjang tahun 2018.
Padahal, pada tahun sebelumnya maskapai penerbangan kebanggaan Indonesia itu menderita kerugian senilai US$216,5 juta setara Rp3,03 triliun.
Dalam beberapa periode sebelumnya, kinerja Garuda Indonesia terseok-seok meski manajemen terus berganti. Pada 2014 misalnya, kerugian Garuda mencapai US$370 juta setara Rp5 triliun.
Setahun kemudian tepatnya pada 2015, manajemen GIAA mampu membalik kinerja menjadi laba senilai US$76,5 juta setara Rp1 triliun. Namun, laba Garuda anjlok 88% menjadi US$9,36 juta pada 2016.
Selanjutnya pada 2017, kinerja Garuda kembali ambrol dengan mencatat kerugian US$216,5 juta setara Rp3 triliun. Setelah manajemen Garuda kembali dirombak oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, GIAA kembali membukukan laba bersih pada 2018.
Laba yang diperoleh pada 2018 tersebut, disebabkan tidak adanya pos pengeluaran untuk pengampunan pajak (tax amnesty) seperti pada tahun sebelumnya yang menjadi beban keuangan perseroan hingga US$50,3 juta.
Perolehan laba 2018 itu terjadi seiring dengan meningkatnya pendapatan perseroan sebesar 4,6% menjadi US$4,37 miliar dari tahun sebelumnya US$4,17 miliar. Namun, kenaikan pendapatan diikuti naiknya beban usaha perusahaan dari US$4,23 miliar menjadi US$4,57 miliar.
Selian itu, pendapatan usaha lainnya juga berasal dari keuntungan selisih kurs yang naik 90,05% year on year (yoy) menjadi US$28,07 juta dari US$14,77 juta.
Pada 2018, total aset Garuda juga naik 16,1% dari US$3,76 miliar pada 2017 menjadi US$4,37 miliar. Hal tersebut ditopang oleh naiknya total aset lancar mereka dari US$986,7 juta menjadi US$1,35 miliar. Total aset tidak lancar Garuda naik dari US$2,77 miliar menjadi US$3,01 miliar.
Pada perdagangan Selasa (2/4), saham GIAA ditutup naik 0,41% atau 2 poin menjadi Rp494 dari perdagangan hari sebelumnya di level Rp492.
Sebagai informasi, pencatatan positif kinerja maskapai pelat merah ini tidak sejalan dengan kinerja maskapai penerbangan murah PT Air Asia Indonesia Tbk. (CMPP) yang mencatat kerugian hingga Rp907,29 miliar pada 2018. Kerugian ini membengkak 76,98% dari rugi bersih tahun sebelumnya senilai Rp512,64 miliar.