Utak-atik ongkos haji dan tertundanya kesempatan ke tanah suci
Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR, bersama pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama serta Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji, telah menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bipih) untuk tahun 1445 H/2024 M sebesar Rp93.410.286. Di mana biaya yang harus ditanggung oleh jemaah atau biaya perjalanan sebesar Rp56 juta.
Ketua Panja BPIH Abdul Wachid memaparkan biaya tersebut terdiri dari dua komponen utama yakni nilai manfaat keuangan haji dan biaya yang ditanggung langsung oleh jemaah. "Biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji rata-rata per jemaah sebesar Rp37.364.114 atau sebesar 40 persen," kata Abdul Wachid.
Lebih lanjut, komponen ini meliputi biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan dalam negeri. Adapun biaya perjalanan ibadah haji yang dibayar langsung oleh rata-rata per jemaah adalah Rp56.046.172 atau sebesar 60%, meliputi biaya penerbangan, akomodasi di Mekkah, sebagian akomodasi Madinah, biaya hidup, dan biaya visa.
Angka tersebut lebih tinggi sekitar Rp3,4 juta dari penetapan biaya haji 1444 Hijriah/2023 Masehi. Adapun Bipih yang dibayar jemaah haji tahun 2022 rata-rata sebesar Rp39.886.009. Kementerian Agama menyebut kenaikan angka itu karena mengikuti kurs Dollar dan Riyal, serta kenaikan sejumlah komponen.
Abdul Wachid menambahkan untuk pelunasan, jemaah akan membayarkannya setelah dikurangi setoran awal dan saldo nilai manfaat dari rekening virtual account masing-masing jemaah.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebutkan penggunaan Nilai Manfaat keuangan haji yang dibayarkan oleh BPKH mencapai 40% dari total biaya haji. Rata-rata per jemaah, Nilai Manfaat yang digunakan adalah sebesar Rp37.364.111.
Dengan tanggungan ini, BPKH akan menarik dana haji Rp8,2 triliun pada tahun ini. Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, meminta jemaah haji untuk tidak panik, usai penetapan biaya perjalanan ibadah haji atau yang dibayar langsung oleh jemaah haji sebesar Rp56 juta.
Menurutnya, baik Kemenag maupun Komisi VIII telah melakukan perhitungan dengan baik, sehingga diharapkan tidak terlalu membebani para calon jemaah haji. “Jemaah saya kira tidak perlu panik karena toh juga sudah dihitung secara baik antara Komisi VIII dengan pemerintah, dan insyaallah tidak terlalu memberatkan,” kata Yaqut, Senin (27/11).
Dia juga memastikan keamanan dana jemaah haji yang dikelola oleh BPKH mengingat pengelola dana haji itu diawasi dengan baik dan ketat oleh Komisi VIII.
Sementara itu, Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umroh Haji Indonesia (SAPUHI) Syam Resfiadi mengakui kenaikan ongkos haji 2024 berpotensi membuat banyak calon jamaah haji mengalami kemunduran keberangkatan.
“Perkiraan saya sejak 2022 sampai dengan 2024 sebelum pelunasan ini sekitar 30-35% mundur dan 10-15% batal, sehingga sangat disayangkan,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (28/11).
Dia menambahkan perkiraan tersebut berdasarkan data masing-masing Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Pemilik Travel Patuna Mekar Jaya ini menambahkan kenaikkan ongkos haji di mana 60% dibayar oleh jemaah memang tidak bisa dihindari. Ia pun menyarankan solusi dengan melibatkan perbankan syariah untuk membantu calon jemaah terkait tambahan pelunasan biaya haji.
“Apabila ada jemaah yang keberatan dengan Rp56 juta itu dipotong Rp25 juta maka Rp29 juta harus dilunasi, maka pihak perbankan syariah bisa jadi salah satu jalan keluar untuk bisa membiayai dana pelunasan ini agar tidak ada lagi penundaan, hambatan bagi yang ingin berangkat 2024 nanti di haji reguler bisa terbantu,” bebernya.
Namun, jika calon jemaah ini secara persyaratan tidak memungkinkan maka mau tidak mau memang harus menunda keberangkatan di tahun berikutnya. Pun demikian dengan calon jamaah yang akan menggantikan pun harus siap untuk menambah ongkos haji.
“Saya pikir harus didampingi pihak perbankan agar semua bisa terbantu, ekosistem umrah haji berjalan baik sesuai keinginan pemerintah,” tambahnya.
Perlu efisiensi
Satu-satunya fraksi di DPR yang menolak keras kenaikan ongkos haji tahun depan adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Komisi VIII Bukhori Yusuf dari Fraksi PKS menilai sebelum menetapkan kenaikan biaya haji tahun 2024, harus ada pembahasan lebih bijak dan berkeadilan terkait ibadah rukun Islam kelima ini.
“Pembahasan pembiayaan haji tahun 2024 yang merupakan bagian dari kesalahan kebijakan berpuluh tahun ini harus diakui, karena itu saya berharap enggak ada pihak yang merasa baper, harus pahit-pahitan,” katanya saat Rapat Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan Kementerian Agama di Gedung DPR, Senin (27/11).
Dia menegaskan terdapat empat komponen yang masih bisa diutak-atik sehingga tidak perlu ada kenaikan ongkos haji. Keempatnya yaitu dari sisi penerbangan, akomodasi, catering, dan biaya Masyair dari pemerintah Arab Saudi.
“Biaya masyair itu yang paling mempengaruhi biaya haji karena harus ditanggung dua pihak yakni jemaah yang berangkat dan harus ditutupi dari dana investasi BPKH,” tegas Anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah ini.
Padahal, menurutnya, masih ada strategi yang bisa membuat ongkos haji lebih efisien. Dia menekankan pada langkah-langkah seperti menurunkan harga-harga yang tidak wajar, menghilangkan regulasi tidak berdasar, menghilangkan kebijakan-kebijakan turunan yang memberatkan dan mengada-ada.
“Lalu mempersingkat durasi ibadah haji, waktu kita yang mestinya dari 40 hari jadi 30 hari atau sekurang-kurangnya 35 hari, saya kira itu tawaran utama,” bebernya.
Lebih lanjut, dia memaparkan, biaya yang memungkinkan diturunkan adalah biaya masyair yang selama ini dikelola Muassasah. “Itu sudah berpuluh tahun kita manjakan, selama ini maksimal mereka per orang kena 1.000 riyal. Tahun 2020 ada Covid biaya ini dinaikkan 1.500 riyal tapi enggak jadi, tiba-tiba 2022 ada penetapan baru tapi kita lemah enggak mampu negosiasi, persoalannya kita enggak mampu negosiasi makanya kita ditindas. Harusnya cukup 1.000-2.000 riyal,” tegasnya berapi-api.
Karena itu, dia merekomendasikan agar pemerintah kembali melakukan negoisasi biaya masyair agar biaya tetap maksimal 2.000 riyal. Menurutnya, Indonesia sangat mungkin memiliki posisi tawar sehingga bisa negosiasi dengan jumlah kuota haji yang mencapai 221 ribu jamaah.
“Itu harus kita tekan untuk turunkan, jangan terlalu gampang iya-iya saja,” kritiknya.
Dikutip dari laman BPKH, salah satu penyebab dominan biaya haji naik adalah kenaikan biaya Masyair dari pemerintah Arab Saudi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menyebut ada kenaikan biaya Masyair dari awalnya sekitar 1.800 riyal atau jika dirupiahkan setara dengan Rp7,22 juta (kurs Rp 4.015) menjadi 5.656 riyal atau Rp22,71 juta.
Kenaikan ini diberlakukan ke negara-negara pengirim jamaah haji, termasuk Indonesia dan Malaysia. Indonesia bersama dengan Malaysia sebenarnya sepakat tentang adanya kenaikan layanan di Masyair namun kenaikan layanan itu mestinya sebanding dengan kenaikan biaya yang dibayarkan dan tidak terlalu memberatkan.
“Kita evaluasi bersama dan sepakat biaya yang dibayarkan harus sebanding dengan layanan yang kita terima,” jelas Hilman.
Untuk diketahui, melansir situs resmi Kementerian Agama, pelayanan Masyair adalah biaya untuk prosesi ibadah haji selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah selama empat hari. Biaya itu ditetapkan sepenuhnya oleh Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah haji.
Lalu, Bukhori menambahkan, biaya lain yang bisa diturunkan adalah hotel atau akomodasi yang dikaitkan dengan kebijakan zonasi. Menurutnya, Kemenag memilih hotel dengan jarak 500 meter dari Ka’bah namun memiliki biaya hingga 5.000 riyal. Sementara, ada hotel lain dengan jarak dan kapasitas yang sama memiliki tarif 3.000 riyal. “Ini temuan di lapangan,” ungkapnya.
Kemudian, soal konsumsi atau catering yang sangat mungkin diturunkan. Bisa dengan menyerahkan sepenuhnya ke jamaah seperti dulu pernah dilakukan atau bekerja sama dengan hotel yang menyiapkan catering. Dia meyakini catering hotel bisa menawarkan biaya makan lebih murah yakni 11 sampai 12 riyal per porsi. Bahkan ada yang menawarkan 35 riyal untuk konsumsi prasmanan pagi, siang, dan malam.
Keempat adalah akomodasi shuttle bus yang juga bisa dibebankan ke hotel. Menurutnya, meski ada hotel kecil yang dekat dengan Ka’bah namun ditempuh dengan jalan kaki yang durasi perjalanannya akan sama dengan hotel lebih jauh namun memiliki shuttle bus. Terakhir adalah soal penerbangan. Menurutnya, maskapai swasta Lion Air bisa menurunkan penumpang hingga 17 kali dalam sehari. Namun, dia mempertanyakan keterbatasan maskapai BUMN, Garuda Indonesia dalam mengantar jemaah ke tanah suci.
“Ada apa memperlambat dan memperpanjang (masa antar jamaah)?” tanyanya.
Berdasarkan perhitungannya, sebagai gambaran kasar ongkos haji bisa sekitar Rp82 juta dengan asumsi efisiensi tersebut. Maka, jemaah bisa membayar sebesar Rp47 juta, terdiri dari setoran awal Rp25 juta, virtual account Rp5 juta, sehingga kekurangannya cukup Rp17 juta. “Sisanya Rp35 juta dari hasil investasi BPKH,” tambahnya.
Bukhori juga sangat menyayangkan peran BPKH yang masih menyampaikan usulan dari Kementerian Agama. Padahal, BPKH sebagai lembaga independen telah diberi mandat mengelola keuangan haji sesuai Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.