close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang perusahaan tekstil Duniatex mencapai sekitar Rp22 triliun yang berasal dari pribadi pemilik dan dari korporasi. / Antara Foto
icon caption
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang perusahaan tekstil Duniatex mencapai sekitar Rp22 triliun yang berasal dari pribadi pemilik dan dari korporasi. / Antara Foto
Bisnis
Jumat, 29 November 2019 12:35

Utang Duniatex biang kerok kredit macet perbankan

Utang yang dimiliki Duniatex menyebabkan kredit macet di sektor industri pengolahan naik menjadi 4,12%.
swipe

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang perusahaan tekstil Duniatex mencapai sekitar Rp22 triliun yang berasal dari pribadi pemilik dan dari korporasi. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan, jumlah tersebut kemungkinan masih bisa bertambah lagi.

"Utang-utang ini harus dikumpulkan semua dalam satu list utang. Eksposurnya berasal dari bank dan lembaga non-perbankan," kata Slamet di Menara Radius Prawiro, Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (29/11).

Menurut Slamet, berapa jumlah pasti utang yang dimiliki Duniatex akan terlihat di putusan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (PKPU). Sebab, nantinya kreditur Duniatex akan diundang untuk mendaftar tagihan ke PKPU. 

"Mudah-mudahan dari total itu ketemu akumulasi lalu kesepakatan, lalu restrukturisasi," tutur Slamet.

Slamet mengungkapkan, utang yang dimiliki Duniatex menyebabkan kredit macet atau non performing loan (NPL) di sektor industri pengolahan naik menjadi 4,12% per Oktober 2019. Padahal, pada Desember 2018 lalu, NPL di sektor ini hanya 2,15%. 

"NPL di industri pengolahan naik, terutama dampak dari Duniatex ya karena dia termasuk pengolahan tekstil," kata Slamet.

Untuk itu, OJK menilai restrukturisasi tersebut merupakan langkah yang tepat dilakukan. Sebab, selain menyeret perbankan nasional, perusahaan ini juga memiliki tanggung jawab kepada sekitar 45.000 pegawai.

"Kami mendukung lah putusan PKPU, nanti mudah-mudahan bisa menjadi lebih baik, bisa menciptakan situasi yang kondusif," ujar Slamet.

Duniatex merupakan produsen tekstil terbesar di Indonesia dan pabrik-pabriknya berlokasi di sejumlah daerah di Jawa Tengah dengan karyawan mencapai sekitar 45.000 orang. Persoalan keuangan yang dihadapi Duniatex Group disebabkan keterlambatan pembayaran bunga dan utang pokok kredit anak usaha PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) sebesar US$13,4 juta yang berasal dari sindikasi bank.

Pada 16 Juli 2019, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) memangkas rating PT Delta Mandiri Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex, dari BB- menjadi CCC-. S&P dalam rilisnya mengatakan DMDT menghadapi permasalahan likuiditas yang serius.

Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga turut memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Selain terkena dampak dari perang dagang, S&P juga mengatakan DMDT juga terkena imbas dari pemilu 2019 yang memperlemah permintaan domestik.

S&P memprediksi DMDT juga tak bisa membayar pinjaman sindikasi sebesar US$5 juta yang akan jatuh tempo pada September 2019.

S&P juga mengatakan, mereka bisa saja mengurangi lagi peringkat perusahaan ke level Selective Default (SD) jika perusahaan tak mampu membayar obligasi mereka tepat waktu. S&P juga bisa saja memangkas lagi peringkat perusahaan menjadi D jika Duniatex Grup memasukkan DMDT dalam skema restrukturisasi utang.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan