Kasus Lumpur Lapindo masih menyisakan persoalan. Dua perusahaan, yaitu PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo, yang telah dijatuhi hukuman ganti rugi senilai Rp773 miliar oleh pemerintah tak kunjung melunasi utangnya.
Dua perusahaan tersebut diketahui pernah menawarkan aset kepada pemerintah untuk melunasi utang. Hanya saja, menurut Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, pihaknya belum dapat menghitung nilai aset perusahaan tersebut karena batas aset berupa tanah yang tidak jelas dan telah tertutup lumpur.
"Aset yang mereka janjikan mau diserahkan Lapindo itu, yang sekarang tertumpuk lumpur di atasnya. Saya harus tahu dulu, itu bisa dinilai enggak? Kalau bisa dinilai, ada nilainya apa enggak? Baru kami bicara apakah bisa dinilai dengan asset settlement," kata Isa dalam video conference, Jumat (24/7).
Selain itu, dia mengataka, masih perlu meminta pertimbangan dari asosiasi profesional penilai aset, yaitu Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi), untuk meminta masukan apakah aset tanah yang telah tertimbun lumpur selama bertahun-tahun dapat dinilai.
"Kami masih mencoba merangkul dari profesi penilai Mappi untuk membangun suatu standar praktik. Bagaimana menilai tanah yang tidak terlalu jelas batasnya karena sudah tertimbun lumpur tanahnya. Ini bukan sesuatu yang mudah," ujarnya.
Hasil kajian dengan Mappi akan diumumkan pada pekan depan, untuk mengetahui apakah tanah yang telah tertimbun lumpur tersebut dapat dinilai asetnya, sehingga dapat dijaminkan sebagai pembayaran utang Lapindo.
"Pekan depan Mappi sudah bisa memberikan (pandangan) apakah hal-hal semacam itu (tanah yang tertimbun lumpur) bisa diberikan penilaian terhadapnya," ucap Isa.
"Kami terus berproses karena mereka punya iktikad menyelesaikan masalahnya, walaupun slow. Enggak bisa kita grasa-grusu karena ada Covid-19 dan sebagainya," jelasnya.