Anggota Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir mengatakan, profil utang luar negeri yang terus membengkak mengindikasikan 'lampu merah' bagi pemerintah. Hal ini ditegaskan Hafisz, menanggapi pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait penambahan utang negara yang perlu diwaspadai.
"Melonjaknya utang pemerintah dan biaya bunga sudah lampu merah, karena melewati batas PDB (Produk Domestik Bruto). Jadi ini betul-betul gawat. Artinya, ruang fiskal sudah sempit," kata Hafisz dalam keteranganya, Kamis (24/6).
Dalam laporannya, BPK mengungkap utang pemerintah mencapai Rp6.074,56 triliun pada 2020. Rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369% atau jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR). Sementara Standar IDR, lanjut Hafisz, untuk rasio utang yang stabil berada di 92-176%.
Menurutnya, rasio utang yang terus meningkat 41.65% bisa membuat kemampuan pemerintah menurun untuk membayar utang dan bunganya. Sudah terjadi pula kelebihan ambang batas debt to service ratio yang direkomendasikan IMF (IDR) berkisar 25-35%. Saat ini saja telah mencapai 46,77%
"Sebetulnya ini sudah menjadi peringatan keras bagi pemerintah dalam pengelolaan keuangan, karena dapat menciptakan fraud," ujar politisi PAN itu.
Dia menambahkan, posisi utang pemerintah naik cukup tajam dibandingkan akhir 2019. Berarti setiap satu tahun, utang bertambah Rp1.296,56 triliun dari akhir 2019 yang tercatat Rp4.778 triliun, Pertumbuhan utang pemerintah selama lima tahun terakhir telah melebih pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product), sehingga menciptakan ruang debt yang tinggi.