Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dinilai melanggar konstitusi dan sejumlah regulasi. Salah satunya, keputusan pembentukan holding ultramikro yang secara jelas akan mematikan kelembagaan koperasi.
"Holding ultramikro terang-terangan membunuh koperasi. Dia melanggar visi subsidiaritas UU BUMN yang menyatakan usaha bisnis BUMN itu dilaksanakan sebelum dapat dikembangkan oleh koperasi," ujar Koordinator Koalisi Tolak Holding Ultra Mikro, Suroto, dalam keterangannya, Jumat (6/8).
Menurutnya, UU BUMN juga melanggar konstitusi karena menyebabkan komersialisasi layanan publik. Hal ini menegaskan, fokus kerja perusahaan negara mengejar keuntungan dan bukan memberi jasa/layanan bagi kepentingan publik.
"UU BUMN ini menyalahi konstitusi karena berulang menyebutkan tujuan BUMN untuk mengejar keuntungan. UU menyebabkan masyarakat akan mengalami potensi kerugian konstitusional lebih besar di masa mendatang," jelasnya.
Suroto mensinyalir pemerintah melakukan holding-isasi dengan agenda permainan bisnis yang menguntungkan segelintir elite. Persoalan tersebut diyakini sebagai celah pokok guna membatalkan UU BUMN dan seluruh peraturan terkait di bawahnya.
Pemerintah memutuskan membentuk holding ultramikro dengan menetapkan Bank BRI sebagai induk serta melibatkan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PMN). Prosesnya bakal melalui akuisisi, yang diawali dengan penandatanganan akta inbreng saham pada 13 September 2021.
Pembentukan holding ultramikro pun mengantongi dukungan DPR dan Komite Privatisasi, yang dilandasi dengan PP Nomor 73 Tahun 2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke BRI.
Sementara itu, BRI pada 26 Juli lalu telah melakukan pendaftaran right issue 28 miliar lembar saham kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah tersebut disetujui pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), 22 Juli.