Vaksinasi: Mengembalikan perjuangan 98 tahun bebas PMK
Bagai tersambar petir di siang bolong. Mungkin itulah ungkapan yang tepat bagi para peternak, setelah mendengar kabar masuknya kembali virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau foot and mouth disease virus (FMDV). Bagaimana tidak, perjuangan 98 tahun memberantas virus yang menyerang ternak berkuku genap terasa sia-sia, ketika PMK dilaporkan kembali menjangkiti sapi di Jawa Timur dan Aceh Mei lalu.
PMK memang bukan penyakit mematikan, namun virus ini memiliki daya tular yang sangat cepat. Dalam kurun waktu tiga bulan saja, PMK sudah menyebar di 16 provinsi di seluruh Indonesia. Laporan siagapmk.crisis-center.id hingga Rabu (31/8) pukul 06.06 mencatat PMK telah merambah ke 190 kabupaten/kota, 1.626 kecamatan, dan 6.564 desa.
Banyak ternak sakit mencapai 513. 919 ekor, belum sembuh 129.958 ekor, mati 7.677 ekor, dan dipotong bersyarat alias stamping out 11.210 ekor. Jumlah ternak sakit ini naik dibandingkan laporan Minggu (28/8) sebanyak 512.511 ekor, begitupun dengan ternak mati yang sebelumnya hanya 7.465 ekor.
“Kita sama-sama tahu bahwa PMK itu morbiditasnya (daya tular-red) sangat tinggi. Virus yang sangat jahat bagi ternak,” kata Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro, dalam webinar Alinea Forum: Menggenjot Vaksin PMK, Jumat (26/8).
Bahkan, pada sapi, PMK memiliki risiko penularan hingga 100%. Karenanya, tak heran jika porsi sapi terjangkit PMK, memiliki porsi lebih besar dibanding ternak berkuku katup lainnya.
Dari data siagapmk.crisis-center.id, hingga Rabu (31/8), sapi potong tercatat paling banyak terpapar virus PMK, dengan jumlah yang sakit mencapai 415.670 ekor atau 80,9% dari total ternak sakit. Kemudian diikuti oleh sapi perah 71.851 ekor atau 14,0% dari total ternak sakit. Selanjutnya ada kerbau yang sebanyak 20.429 ekor, kambing 4.048 ekor, domba 1.833 ekor, dan babi 88 ekor.
“Kami berharap segera bisa dilakukan tindakan yang bener-benar gerak cepat dan sangat menyeluruh. Kita tahu risikonya dan ini jauh lebih ganas dari Covid, karena virusnya bisa menyebar lewat udara,” imbuhnya.
Beberapa waktu lalu, Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf mengatakan kepada Alinea.id, ternak yang terserang PMK atau telah sembuh dari virus ini sekalipun akan mengalami penurunan produktivitas, baik dari sisi pertumbuhan sapi potong atau turunnya produksi sapi perah. Di saat yang sama, hewan ternak juga mengalami penurunan kesuburan (fertilitas) hingga keterlambatan kebuntingan dan peningkatan risiko kematian anak.
“Kalau sudah sangat parah, sapi bisa saja mengalami kematian,” ujar Pakar Peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ini.
Sebenarnya, ada tiga hal utama yang dapat dilakukan untuk memberantas virus PMK. Pertama dengan stamping out. Cara ini dapat dilakukan jika ternak yang terinfeksi PMK belum terlampau banyak. Kedua, dengan pembatasan lalu lintas ternak. Kemudian dengan vaksinasi massif kepada ternak yang belum tertular.
Namun, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan, dari ketiga langkah itu stamping out sangat sulit bahkan hampir mustahil dilakukan di Indonesia, lantaran jumlah sapi terjangkit PMK sudah termasuk banyak. Sehingga ada biaya besar yang harus digelontorkan pemerintah untuk melakukan upaya ini.
“Karena stamping out harus disertai dengan pemberian ganti rugi kepada peternak yang ternaknya dipotong paksa,” jelasnya, kepada Alinea.id, Sabtu (27/8).
Di saat yang sama, pemerintah juga harus mengimpor daging sapi untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri. Tidak hanya itu, pemerintah pun belum memiliki payung hukum yang memungkinkan dilakukannya penggantian atas sapi terindikasi PMK yang dimusnahkan.
Sementara untuk pembatasan lalu lintas hewan ternak, sulit dilakukan karena luasnya wilayah Indonesia. Banyaknya wilayah yang ada, tidak diimbangi oleh titik checking point dan jumlah petugas pengawasan.
Tantangan vaksinasi
Belum lagi, masih banyak pula peternak hingga pedagang hewan ternak yang belum menyadari pentingnya keikutsertaan dalam memberantas virus PMK. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro bilang, hal ini terlihat dari masih banyaknya peternak dan pedagang ternak yang melalulintaskan hewan ternaknya melalui jalan-jalan tikus.
“Bahkan ada sapi dari Jawa Timur dilalulintaskan, dikerudungi truknya, sehingga seolah-olah kayak bawa barang. Kami mengakui bahwa peternak masih banyak yang bandel,” jelas Nanang.
Dus, harapan terakhir untuk memberantas PMK ialah dengan vaksinasi massif kepada ternak-ternak yang belum terinfeksi virus. Vaksinasi pun seharusnya dapat dilakukan secara cepat untuk benar-benar efektif mengatasi wabah ini.
“Kita seperti kejar-kejaran dengan virus. Kita seperti berebut kursi, kalau virus sudah masuk ke ternak, vaksin sudah enggak berguna sama sekali. Kalau vaksin sudah masuk duluan, itu sudah tidak ada tempat bagi dia untuk menyerang ke ternak,” lanjutnya.
Meski begitu, Nanang sadar sepenuhnya jika vaksinasi tidak bisa dilakukan kilat dan hanya oleh pemerintah saja. Apalagi, masih banyak kabupaten/kota yang belum memiliki pejabat otoritas veteriner atau dokter hewan, sehingga penanganan dan vaksinasi PMK dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki kompetensi.
Hal lain yang juga menghambat, kepemilikan ternak utamanya sapi mayoritas dimiliki oleh peternak rakyat, dengan porsi hingga 62% dari total ternak sapi yang ada di tanah air. Padahal, biasanya satu peternak hanya mempunyai 2-3 ekor sapi. Dus, ada sekitar 3 juta titik kandang yang harus dilakukan vaksinasi oleh pemerintah.
“Bisa dibayangkan sulitnya, kandang kecil-kecil, tempat misah-misah, ini memang butuh extra efforts, belum lagi ada penolakan dari peternak, mereka enggak mau sapinya divaksin," ujar Nanang.
Penolakan ini dilakukan melihat adanya sapi ternak yang justru tertular PMK begitu selesai divaksin. Padahal hal ini bergantung pada masa inkubasi virus yang sudah hinggap pada hewan ternak sebelum divaksin. "Ini perlu diedukasi," tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan (P3H) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (DItjen PKH) kementerian Pertanian Arif Wicaksono mengakui pentingnya vaksinasi sebagai langkah pemberantasan PMK. Karena itulah, saat ini pun pemerintah telah menggenjot pelaksanaan vaksinasi di seluruh wilayah tanah air.
Dari data siagapmk.crisis-center.id, hingga Rabu (31/8) pukul 06.06 WIB, vaksin telah diberikan kepada 1.947.727 hewan ternak, sejak didatangkan ke Indonesia pada 24 Juni lalu. Realisasi ini sama dengan 60,64% dari total ternak sehat. Sementara itu, pemerintah menargetkan pemberian dua kali dosis vaksin kepada 15 juta ternak.
“Berarti ada 30 juta populasi dengan dua kali dosis vaksin. Dengan distribusi 2,43 juta, dari 30 juta. Realisasi 1,4 juta distribusi, persentase 59,42% kalau ditotal,” ungkapnya pada kesempatan webinar yang sama.
Arif mengakui pelaksanaan vaksin memang belum optimal. Dia mengilustrasikan, jika dalam satu kandang ada satu ekor ternak yang terpapar PMK, maka ternak lainnya bisa dipastikan juga terjangkit virus tersebut.
Misalkan ada 15 ekor sapi yang kesemuanya sudah divaksin, ketika ada satu sapi terjangkit PMK, sapi lainnya akan sangat mungkin terlindungi.
Efektivitas vaksin, lanjutnya, tercermin dari penurunan jumlah kasus harian PMK saat periode puncak, yakni pada 26 Juni 2022. Arif bilang, pada saat itu, kasus PMK mencapai 13.546 ekor per hari, ketika vaksin dosis pertama mulai didistribusikan pada 26 Juni, kasus harian praktis mengalami penurunan.
Sementara itu, hingga saat ini Indonesia telah menerima sebanyak kurang lebih 5 juta dosis vaksin. Tiga juta dosis telah didistribusikan dan 2 juta dosisi lainnya sedang dalam tahap pendistribusian. Bulan depan, Indonesia akan menerima lagi 10,25 juta dosis vaksin dan sekitar 16 juta dosis pada Oktober-November.
Dengan banyaknya dosis vaksin yang akan datang, Arif mengakui bahwa kecepatan adalah kunci terpenting agar vaksinasi bisa berjalan efektif. Apalagi, pemerintah menargetkan 80% hewan ternak telah tervaksin hingga akhir Desember 2022. Terutama untuk sapi dan kerbau yang kerugian ekonominya paling tinggi.
Untuk mencapai target tersebut, kecepatan proses vaksinasi jelas dibutuhkan. Namun, dibutuhkan koordinasi erat dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, tenaga medis kesehatan hewan, peternak, hingga kepolisian yang tergabung dalam satuan tugas penanganan PMK.
Arif bilang, saat ini tantangan utama percepatan vaksinasi adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) untuk menangani PMK di daerah. Bahkan, di beberapa kabupaten/kota ada yang tidak memiliki petugas veteriner atau dokter hewan. Selain itu, Indonesia pun masih kekurangan tenaga vaksinator yang mumpuni untuk melakukan vaksinasi.
“Kami sedang menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDM, jadi kita mempersiapkan untuk petugas vaksinator. Kami sudah bersurat ke teman-teman dinas provinsi, untuk menghitung eksisting SDM, populasi, sebaran, dan jumlah dosis yang mereka butuhkan,” tuturnya.
Upaya ini pun telah berlangsung di beberapa provinsi, seperti Jawa Timur, Bali dan Jambi. Ke depan, langkah ini pun akan dilakukan di provinsi-provinsi lainnya, sehingga kebutuhan akan tenaga vaksinator dapat dipenuhi.
“Yang penting bagi kami adalah jangan sampai ada kekurangan tim, dengan dosis yang harus disegerakan,” tegas Arif.
Di saat yang sama, kurangnya infrastruktur rantai dingin (cold chain) menjadi tantangan lain pelaksanaan vaksinasi di tanah air. Arif bilang, dalam proses vaksinasi, infrastruktur rantai dingin berupa ketersediaan cold storage atau cool box menjadi sangat penting untuk menjaga kualitas vaksin.
Sebab, antigen yang terdapat dalam vaksin hanya dapat bertahan di suhu tertentu. Antigen akan hancur pada suhu yang terlalu dingin, atau di bawah 2 derajat celcius, begitu pula saat vaksin diletakkan di suhu yang terlampau panas, atau lebih dari 8 derajat celcius.
“Jumlah cool box di kabupaten/ kota saat ini sangat terbatas,” ungkap Arif.
Karenanya, saat ini Kementerian Pertanian tengah melakukan pengadaan cool box untuk dapat mengangkut vaksin yang akan segera datang bulan depan. Untuk saat ini, Kementerian Pertanian masih memenuhi kebutuhan cool box dengan meminjam milik dinas-dinas kesehatan yang ada di masing-masing wilayah.
Arif juga menekankan, keberhasilan vaksinasi ditentukan oleh faktor lainnya, seperti jenis vaksin. Karena itu, pemerintah pun berusaha memenuhi jenis vaksin yang berkualitas, dengan jumlah vaksin memadai, serta strain vaksin yang protektif terhadap virus di lapangan.
Nol kasus
Sementara itu, efektivitas vaksinasi terlihat dari daerah zero reported case yang terus bertambah. Kondisi ini merupakan situasi dimana kasus PMK baru tidak ditemukan lagi selama minimal 14 hari sejak terakhir dilaporkan.
Tercatat ada sebanyak 8 provinsi yang tidak lagi melaporkan adanya penambahan kasus positif PMK baru sejak dua minggu terakhir. Provinsi tersebut antara lain, Bali, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan DKI Jakarta. Dari delapan provinsi tersebut, ada 102 kabupaten/kecamatan, 931 kecamatan dan 6.236 desa dengan zero reported case.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati mengungkapkan, DKI Jakarta telah berhasil mempertahankan zero case sejak 10 Juli lalu. Hal ini terjadi salah satunya karena peningkatan cakupan vaksinasi pada seluruh populasi hewan ternak di ibu kota.
Peningkatan cakupan vaksinasi yang dimaksudnya termasuk pula dengan peningkatan kapasitas dan pengetahuan vaksinator yang didukung langkah biosekuriti dan sanitasi, pengendalian lalu lintas ternak, serta komunikasi dan kolaborasi bersama pihak-pihak terkait dalam menekan penyebaran PMK.
“Kebijakan dan strategi pengendalian PMK yang kami lakukan adalah tindak lanjut dari panduan serta ketentuan dari Ditjen PKH Kementan terkait PMK,” katanya pada kesempatan yang sama.
Melalui Surat Edaran (SE) Kepala Dinas KPKP Nomor 7/Se/2022 tentang Protokol Lalu Lintas Hewan Rentan PMK Berbasis Zonasi, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI pun meminta kepada lima wilayah yang ada untuk benar-benar menangani wabah ini dengan serius. Apalagi, saat itu proses penanganan baru dimulai saat mendekati datangnya Hari Raya Idul Adha.
Dengan kebutuhan besar terhadap hewan kurban, sekitar 65 ribu hewan kurban pun harus masuk ke Jakarta, 23 ribu diantaranya merupakan ternak sapi. “Makanya ketika ada kuota vaksin untuk Jakarta, kami pertemukan semua stakeholder terkait untuk pelaksanaannya. Kami libatkan kawan-kawan peternak dan pemasok," ujar perempuan yang kerap disapa Eli ini.
Hingga saat ini, dari sekitar 3 ribu ekor ternak yang ada di Jakarta, 2.056 ekor diantaranya telah menerima vaksinasi PMK. Adapun kantong-kantong ternak yang didahulukan untuk dilakukan vaksinasi yakni peternakan rakyat. Pada September nanti, vaksinasi akan kembali dilakukan di wilayah lain DKI Jakarta, tepatnya di Jakarta Barat.
Sementara itu, untuk memberantas PMK di Jakarta, Pemda pun berusaha berkolaborasi dengan pihak-pihak lainnya, seperti Polisi dan TNI. Pasalnya, sama seperti daerah lainnya, Jakarta pun juga mengalami tantang berupa sulitnya pengaturan lalu lintas ternak, baik dari dalam maupun luar DKI.
“Kunci keberhasilan adalah komitmen pimpinan, bagaimana Gubernur melakukan tinjauan lapangan. Semua sekarang sudah terkendali, mudah-mudahan berkat pedoman umum dan arahan Kementan itu sudah kita aplikasikan di wilayah,” kata Eli.