Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan krisis multidimensi di seluruh dunia, baik di negara kaya ataupun di negara miskin. Ketimpangan sosial-ekonomi antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar.
Rendahnya kapasitas fiskal pemerintah menghambat upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan kondisi sosial-ekonomi. Salah satu langkah dari banyak negara adalah menambah utangnya.
Pada akhir 2021, utang publik negara maju diperkirakan akan naik sebesar 20% dari PDB, sementara negara berkembang akan naik sebesar 10% dari PDB. Untuk itu, pemerintah perlu menggali sumber pendapatan perpajakan selain menambah utang.
Strategi yang dapat dipilih adalah melakukan mobilisasi sumber daya domestik dengan menerapkan wealth tax (pajak kekayaan) kepada kelompok super kaya.
Berdasarkan poling yang dilakukan oleh Glocalities dan Millionaires for Humanity terhadap 1.051 responden, hasilnya, sebanyak 79% responden mendukung penerapan wealth tax di Indonesia. Di mana orang yang memiliki lebih dari Rp140 miliar harus membayar pajak tahunan tambahan sebesar 1%.
"Responden meyakini wealth tax penting untuk membantu mendanai pemulihan ekonomi dan membantu masyarakat yang terdampak Covid-19," kata Direktur Riset Glocalities Martijn Lampert dalam keterangan tertulis, Rabu (28/4).
Sementara, hanya 4% responden yang menolak gagasan tersebut. Hasil poling ini menegaskan dukungan yang tinggi terhadap kebijakan redistribusi kekayaan melalui penerapan wealth tax.
“Hasil poling tersebut memperkuat bukti bahwa warga semakin mengharapkan pemerintah bersedia menerapkan kebijakan khusus kepada kelompok superkaya untuk berkontribusi lebih besar dalam membayar pajak,” tegasnya.
Berdasarkan keragaman, responden berasal dari tiga partai politik dengan suara tertinggi pada Pemilu 2019. Hasilnya 83% responden yang memilih PDIP mendukung gagasan wealth tax dan hanya 5% yang menentang.
Sedangkan pemilih Partai Gerinda, 81% mendukung rencana penerapan wealth tax dan hanya 4% yang menolak. Responden yang memilih Partai Golkar sebanyak 90% mendukung wealth tax dan 10% menyatakan netral.
Sementara itu, Direktur Eksekutif The PRAKARSA, sebagai partner Millionaires for Humanity di Indonesia Ah Maftuchan mengatakan, pandemi Covid-19 adalah momentum untuk melakukan perubahan sistem perpajakan secara fundamental.
"Pajak harus dikembalikan sebagai sumber dan alat redistribusi kekayaan bangsa secara adil dan merata," ujarnya.
Dia berpandangan, penerapan wealth tax kepada miliader sangat tepat agar pemerintah memiliki tambahan dana untuk menjalankan program jaminan sosial, bantuan tunai dan program pemulihan ekonomi rakyat dari dampak Covid-19.
Semenjak virus Covid-19 masuk di Indonesia pada Maret 2020, penerimaan pajak Indonesia menurun secara signifikan. Penurunan penerimaan negara terjadi karena berkurangnya aktivitas ekonomi sebagai akibat dari regulasi nasional maupun internasional.
Di sisi lain, belanja negara meningkat cukup signifikan untuk membiayai program kesehatan, social safety net dan juga pemulihan ekonomi nasional. Akibatnya, defisit APBN pada 2020 meningkat hingga mencapai lebih dari 6% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Sekarang adalah saatnya Jokowi melihat pajak kekayaan sebagai suatu langkah yang konkret untuk pembiayaan pemulihan pandemi. Saya yakin orang superkaya masih punya komitmen untuk membayar lebih sebagai bagian dari budaya gotong royong," tuturnya.