Skema baru tarif kereta rel listrik (KRL) komuter Jabodetabek menuai polemik. Pangkalnya, dinilai diskriminatif, sulit diterapkan, dan tak mendorong masyarakat semakin masif menggunakan transportasi publik.
Respons kontroversi tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyarankan uji coba terlebih dahulu sebelum kebijakan betul-betul diimplementasikan. Tujuannya, mengetahui kekurangan dan kelebihan sehingga dapat sempurnakan.
"Sebagai satu ide yang diterapkan dalam rangka cross subsidy (subsidi silang), pemerintah akan melakukan uji coba lebih dahulu," ucapnya di Istana Wakil Presiden, Jakarta, pada Kamis (29/12).
"Mungkin perlu diuji coba dulu seperti apa hasilnya, bagaimana kekurangan-kekurangannya. Sebab, satu ide yang baik itu kadang-kadang juga perlu [diuji coba], implementasinya perlu dicoba, dipaskan, ditepatkan sehingga nanti diketahui hal-hal yang perlu diperbaiki," imbuh dia.
Meskipun demikian, Ma'ruf Amin mendukung rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tersebut. Dalihnya, melansir situs web Wapres, mendorong adanya subsidi silang antara penumpang yang kaya dengan kaum papa.
"Idenya, kan, baik supaya yang kuat itu menolong yang lemah dan memang pembebanan itu supaya disesuaikan dengan daya pikulnya. Idenya sudah, ya, cross subsidy. Istilahnya cross subsidy ini, yang kuat membantu yang lemah. Itu idenya sudah betul," tuturnya.
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, sebelumnya mengumumkan, tidak akan ada perubahan tarif KRL komuter pada 2023. Namun, terjadi perubahan skema bagi kelompok mampu.
Dengan demikian, tarif tikel KRL akan tetap Rp5.000 per 25 km pertama dan ditambah Rp1.000 setiap 10 km. Adapun tarif bagi "kaum berdasi" akan lebih mahal.