close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pekerja memeriksa sejumlah domba disela pelepasan ekspor perdana domba di Instalasi Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/6) / Antara Foto
icon caption
Pekerja memeriksa sejumlah domba disela pelepasan ekspor perdana domba di Instalasi Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/6) / Antara Foto
Bisnis
Senin, 16 Juli 2018 15:50

Waspada pertumbuhan ekspor diikuti peningkatan impor

Indonesia selalu mengalami gejala penyakit ekonomi makro, yakni saat ekspor meningkat maka impor akan ikut meningkat.
swipe

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menggenjot ekspor. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke belakang Indonesia selalu mengalami gejala penyakit ekonomi makro. Dimana, saat ekspor meningkat, maka impor akan ikut meningkat.

“Ini penyakit struktural kita. Biasanya jika mau ekspor, maka kita harus impor dulu. Karena banyak produk ekspor, bahan bakunya dari impor. Maka kita harus carikan solusi jangka menengah,” kata Suahasil dalam diskusi perdagangan di Jakarta, Senin (16/7).

Suahasil mengatakan ada dua jalan yang harus ditempuh agar ekspor Indonesia bisa meningkat. Pertama, mengganti impor dengan produk-produk di dalam negeri. Kedua, mendorong manufaktur dari hulu seperti memberi insentif fiskal.

“Kalau ingin sektor barang dan jasa kita meningkat, maka kita beri tax holiday atau insentif lainnya,” kata dia. 

Suahasil menyebutkan, pada 2016 ekspor dan impor Indonesia mengalami penurunan. Selanjutnya, pada 2017, ekspor dan impor Indonesia baru mengalami pertumbuhan. Pada Kuartal I-2017, ekspor tumbuh sekitar 8%, kemudian di kuartal II-2017 tumbuh 2%, kuartal III tumbuh 17% dan kuartal IV tumbuh 8,5%. 

Namun, pertumbuhan ekspor tersebut diikuti juga dengan meningkatnya impor. Pada kuartal IV-2017, impor Indonesia tumbuh double digit di angka 11,5%. Selanjutnya, pada kuartal I-2018, ekspor tumbuh 6,17% dan impor tumbuh 12,75%. Akibatnya, neraca perdagangan tetap mengalami defisit.

Suahasil mengungkapkan contohnya, yakni neraca jasa mengalami defisit US$ 8 miliar pada 2017. Hal ini juga terlihat pada defisit di sektor transportasi barang yang mengalami defisit US$ 6 miliar dan jasa perjalanan defisit US$ 4 miliar.

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan