Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada Senin lalu (5/10).
Dalam UU tersebut juga diatur mengenai satuan rumah susun untuk orang asing. Menanggapi hal tersebut, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan hak kepemilikan properti oleh asing masih sulit untuk mendongkrak sektor properti Indonesia karena banyaknya batasan. Dia mencontohkan, selama ini WNA yang ingin membeli apartemen di Indonesia, harus berdomisili di Indonesia.
"Berbeda dengan Singapura, walaupun WNA tidak berdomisili di sana, mereka masih bisa membeli apartemen di Singapura," ujar Ferry, Rabu (7/10).
Kendati demikian, Ferry mengaku perlu melihat terlebih dahulu aturan terkait properti di Omnibus Law.
"Harus melihat apakah Omnibus Law ini mengubah UU Pertanahan? Jadi tidak hanya hak pakai, tapi juga hak guna bangunan," kata Ferry.
Sekedar informasi, dalam UU Cipta Kerja Pasal 143 menyebut hak milik atas satuan rumah susun merupakan hak kepemilikan atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Kemudian dalam Pasal 144 disebutkan hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan, salah satunya kepada warga negara asing (WNA), yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun selama ini, rumah yang dibeli oleh warga negara asing hanya berupa hak pakai.
Dalam Peraturan Pemerintah No.103/2015 disebutkan orang asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian, dengan hak pakai. Salah satu syarat bagi orang asing tersebut untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian adalah memiliki izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara dalam UU Pokok Agraria, dalam Pasal 42 dijelaskan warga negara asing dapat memperoleh hak pakai untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai.