Beberapa wilayah di Indonesia berpotensi mengalami banjir level rendah, menengah, hingga tinggi pada Februari 2023. Ini berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Selasa (10/1).
Beberapa sentra produksi padi masuk dalam daftar wilayah berpotensi banjir menengah, seperti Lamongan dan Ngawi, Jawa Timur; Grobogan, Jawa Tengah; Indramayu dan Karawang, Jawa Barat; dan Banyuasin, Sumatera Selatan. Adapun level tinggi akan melanda Cilacap, Jawa Tengah, dan Bone, Sulawesi Selatan.
Jika melihat data kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan akan terjadi panen raya padi pada Februari 2023 atau lebih awal dari perkiraan sebelumnya (Maret 2023). Pada bulan depan, produksi padi diproyeksikan mencapai 7,5 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 4,32 juta ton beras.
Sayangnya, hujan deras hingga banjir yang terjadi di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah sejak akhir 2022-awal 2023 melanda persawahan. Merujuk data Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, seluas 16.972 ha lahan pertanian di 11 kabupaten/kota terendam banjir dan sekitar 754 ha di antaranya mengalami puso, seperti di Pati (653 ha) dan Kudus (101 ha) sehingga petani merugi Rp22,9 miliar.
Menurut laporan BPS, luas lahan puso memang mengalami penurunan, yaitu 389,18 ha pada 2019 menjadi 243,13 ha pada 2020. Namun, tetap perlu persiapan yang dilakukan petani dan pemangku kepentingan mengingat adanya potensi banjir.
"Mitigasi disiapkan jauh-jauh hari agar dampak banjir tidak terlalu berat. Idealnya potensi banjir semacam ini sudah dihitung sejak awal tanam pada Oktober hingga November 2022," kata pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, saat dihubungi Alinea.id, Rabu (11/1).
Mitigasi yang dilakukan seperti penyiapan embung, irigasi, dan pemanfaatan varietas tahan genangan atau banjir. Kedua, perlindungan dalam bentuk asuransi.
"Yang tidak kalah penting adalah perlindungan dalam bentuk asuransi. Jika kemudian potensi banjir itu terjadi dan tidak bisa dicegah, petani tidak akan merugi karena bisa mendapatkan ganti rugi dari asuransi," ujarnya.
Khudori menilai, penetrasi asuransi pertanian penting untuk dimasifkan. Karenanya, perlu literasi melalui promosi atas kisah-kisah petani yang sudah terlindungi asuransi.
Ketiga, bantuan berupa mesin pengering (dryer) bagi kelompok tani, koperasi, atau BUMDes. "Panen pada saat musim hujan biasanya matahari tidak bisa diandalkan sebagai penolong," tutur Khudori menjelaskan.
Dia menambahkan, dalam jangka pendek, petani dan pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah (pemda), perlu memberi perhatian serius atas prakiraan BMKG atas potensi banjir tersebut.