Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuding Perum Damri menaikkan tarif bus untuk jurusan Bandara Soekarno-Hatta naik secara diam-diam sebesar Rp5.000. Kenaikan tarif ini berpotensi melanggar Undang-undang Nomor Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Kenapa kita sebut diam-diam, karena nyaris tak ada sosialisasi yang dirasakan konsumen. Banyak keluhan dan pertanyaan konsumen terkait hal itu,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta.
Dari keterangan kondektur Bus Damri Bandara, Tulus mengatakan kenaikan tarif itu sebetulnya dilakukan sejak awal tahun.
Artinya dimulai per Januari 2019. Padahal, menurut pengamatan konsumen di lapangan, tidak ada informasi terkait hal itu baik di loket pembayaran dan atau di kabin bus Damri.
“Jika hal itu benar, YLKI sangat menyesalkan hal tersebut. Sebab, itu tidak menghargai hak konsumen yang dijamin di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujarnya.
Menurut Tulus, Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang jelas, jernih dan jujur saat menggunakan barang dan atau jasa. Informasi dimaksud bukan sekadar adanya kenaikan tarif, tetapi juga alasan kenaikan tarif tersebut.
Hal itulah, kata Tulus, yang tidak dilakukan oleh manajemen Perum Damri. Apalagi, kenaikan itu tidak pernah dibarengi dengan standar pelayanan yang jelas dan terukur seperti sistem tiket masih manual, masih menggunakan sistem sobek karcis, kecuali untuk Terminal 3 Bandara Soeta.
Oleh karena itu, YLKI mendesak Perum Damri untuk bisa menjelaskan kepada publik terkait benefit yang bisa diperoleh konsumen atas kenaikan tarif itu.
Menurut dugaan YLKI, kenaikan tarif bus Damri itu dilakukan karena rute tujuan bus ke Bandara Soetta adalah rute yang paling menguntungkan. Tanpa rute bandara, bus Damri banyak ruginya. Tapi ini tidak fair, jika rute bandara dijadikan satu-satunya sumber pendapatan yang menguntungkan.
"Manajemen Damri harus berani menutup rute-rute yang merugi. Kecuali rute tersebut dalam penugasan pemerintah dan artinya pemerintah harus membayar selisih kerugiannya itu. Tidak bisa konsumen Bus Damri harus menaggung kerugian tersebut," ujar Tulus.