Hadiri W20 Summit, PT Agincourt tegaskan komitmen keberagaman gender
PT Agincourt Resources (PTAR) menegaskan komitmen keberagaman gender saat menghadiri Women 20 (W20) Summit di Parapat, Danau Toba, Sumatera Utara. General Manager Operations PTAR, Rahmat Lubis mengatakan, sejak 2016 PTAR menetapkan Kebijakan Keberagaman Gender di seluruh aspek operasional perusahaan.
“Kami juga membangun budaya dan lingkungan kerja yang mempromosikan martabat dan rasa hormat, tempat kerja bebas dari diskriminasi, intimidasi, penindasan atau pelecehan. Selain itu, kami menyediakan program pelatihan dan penyadaran bagi tenaga kerja untuk meningkatkan pemahaman atas isu keberagaman dan kesetaraan gender,” kata Rahmat, berdasarkan rilis yang diterima Alinea.id, Selasa (19/7).
Rahmat menjelaskan, sebanyak 26% posisi di PTAR diisi oleh perempuan, sesuai minat, dan kompetensi masing-masing. Komitmen ini sejalan dengan W20 yang mengangkat isu kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
PTAR, pengelola Tambang Emas Martabe, juga menyusun sejumlah kebijakan sebagai dasar mempraktikkan keberagaman gender. Sebut saja, kebijakan cuti hamil dan cuti ayah, kode praktik manajemen pembatasan kerja terkait kehamilan, dan kebijakan laktasi yang mencakup penyediaan fasilitas bagi karyawan menyusui untuk mengumpulkan dan menyimpan ASI bagi bayi mereka.
Berbagai inisiatif Kebijakan Keberagaman Gender PTAR menunjukkan hingga akhir 2021 terdapat 242 perempuan bekerja di PTAR, setara dengan 26% dari total karyawan PTAR. Sebanyak 10% perempuan di antaranya berhasil menduduki posisi manajemen dengan peran sebagai superintendent ke atas dan di tingkat manajemen puncak dua perempuan diangkat sebagai komisaris dan direktur.
Upaya perusahaan dalam keberagaman gender membuahkan hasil positif yakni meningkatnya partisipasi perempuan. Ini terbukti dari kenaikan komposisi karyawan perempuan dari 25% per akhir 2019 menjadi 26% per akhir 2021. Di sektor ekstraktif, PTAR satu-satunya perusahaan tambang emas di Indonesia yang memiliki komposisi karyawan perempuan hingga 26%.
Praktik keberagaman gender di Tambang Emas Martabe dirasakan Latipa Henim Siregar. Perempuan kelahiran Batangtoru, Tapanuli Selatan, itu bekerja di PTAR sejak 2004 dengan posisi awal sebagai Junior Geologist. Selama 18 tahun bekerja hingga kini Latipa sudah mengalami empat kali promosi jabatan hingga akhirnya ia menduduki posisi Superintendent Grade Control Operations, Departemen Mine Geology.
“Selama saya bekerja, PTAR memberikan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk mengembangkan diri. Saya pernah mendapat pelatihan teknikal dan hal lain, sama dengan rekan laki-laki. PTAR bahkan mendukung saya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang master dan saya sudah menyelesaikannya,” tutur Latipa.
Ia bersyukur bekerja di lingkungan Tambang Emas Martabe yang mengusung keberagaman gender. Sebab, lingkungan bekerja seperti itu tidak hanya membuka ruang partisipasi perempuan, melainkan juga mendorong perempuan untuk berani menggali potensi diri dan mengaktualisasikan dirinya sebagai perempuan berdaya.
“Keberagaman gender di PTAR tidak hanya bicara mengenai kuantitas perempuan, tetapi lebih menonjolkan kualitas dan kemampuan dalam memimpin, bekerja sama, berkarya, dan berpendapat. Banyak perempuan di PTAR menempati posisi penting dan berkontribusi positif terhadap perusahaan tanpa mengenyampingkan kaum laki-laki,” ujar Latipa.
Komitmen keberagaman gender juga ditunjukkan PTAR dengan menyokong W20 Summit yang mengangkat sejumlah isu proritas, yaitu kesetaraan gender, inklusi ekonomi perempuan, peningkatan ketahanan perempuan pedesaan dan perempuan penyandang disabilitas, serta akses terhadap fasilitas kesehatan yang adil secara gender.
Di perhelatan pada 18-21 Juli 2022 itu, PTAR memberikan kontribusi dalam penyelenggaraan acara, juga turut mendirikan stan untuk menampilkan profil perusahaan serta kebijakan keberagaman gender dan program pemberdayaan perempuan di dalam dan sekitar wilayah operasi tambang.
PTAR juga membuka ruang bagi perempuan di sekitar areal tambang untuk menjadi perempuan berdaya. Hal ini terlihat dari dukungan PTAR melahirkan sejumlah program pemberdayaan usaha berbasis perempuan, seperti pengembangan usaha minimarket Sahata Commissary dan pengembangan usaha budidaya tanaman akar rimpang bersama dua Kelompok Wanita Tani.
Selain itu, PTAR membesut program pengembangan usaha batik dan produk turunan dengan KUB Batik Tapsel dan KUB Bator Craft serta program peningkatan kapasitas dan keterampilan menjahit bagi perempuan di Desa Batuhula dan Kelurahan Hutaraja.
Senior Manager Community Relations PTAR, Christine Pepah, mengatakan hingga saat ini sebanyak 108 perempuan dari 8 kelompok usaha sudah mendapat pendampingan dari PTAR. Mereka tersebar di dua kecamatan di Tapanuli Selatan.
“PTAR berkomitmen memberikan kesempatan dan peran yang sama kepada kelompok perempuan untuk berusaha dan menjalankan kegiatan kelompoknya secara mandiri, serta meningkatkan kapasitas diri dan kelompoknya melalui berbagai program, pelatihan, dan pendampingan. Dengan begitu, mereka dapat menjadi mampu dan berdaya menjalankan usahanya secara berkelanjutan,” ucap Christine.
Ia mencontohkan program pengembangan usaha minimarket Sahata Commissary di dalam Camp PTAR yang sudah berjalan sejak 2012. Program yang diinisiasi PTAR tersebut berhasil memberdayakan Ikatan Perwiridan Yasin (IPY) Nurul Huda, Kecamatan Batangtoru, yang memiliki sekitar 1.000 anggota.
PTAR membantu menyediakan sarana dan fasilitas minimarket, meningkatkan kapasitas karyawan minimarket, memperluas jaringan kerja sama dengan distributor utama, dan membentuk Koperasi Sahata Satahi Saoloan sebagai wadah yang menaungi kegiatan usaha IPY Nurul Huda.
Program ini membuahkan hasil. Pendapatan dari Sahata Commissary bisa digunakan untuk membiayai operasional IPY Nurul Huda dan beberapa usaha rumah tangga turut diberdayakan sebagai pemasok. Koperasi Sahata Satahi Saoloan pun berhasil membuka toko sembako sederhana untuk memenuhi kebutuhan anggota koperasinya.
“Program pengembangan ekonomi yang dijalankan PTAR melalui pemberdayaan kelompok perempuan sedikit banyak membantu mereka dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Program ini juga membuka peluang bagi perempuan untuk berkarya dan membuka ruang untuk berpikir, bertindak, dan bersosialisasi,” ujar Christine.