Facebook menutup 32 akun yang dipercaya digunakan mempengaruhi pemilu pertengahan Amerika Serikat (AS) pada November mendatang. Banyak pihak menduga itu semua dilakukan Rusia untuk menghancurkan sistem politik AS.
Facebook menyatakan penyidikan tersebut "sangat awal" dan tidak mengetahui siapa di belakang pengelola akun tersebut. "Pencipta akun itu berusaha menyembunyikan identitas mereka," ungkap Facebook dilansir BBC pada Rabu (1/8).
Gerak cepat yang dilakukan Facebook tersebut dikarenakan belajar dari pengalaman intervensi pemilu presiden 2016 yang dilakukan agen rahasia Rusia. Facebook menyebut intervensi pemilu seperti "perlombaan senjata."
32 akun yang mencurigakan itu termasuk 17 akun Facebook dan tujuh akun Instagram. "Sebanyak 9.500 unggahan Facebook diciptakan banyak akun tersebut dan banyak konten Instagram," ungkap Facebook. Satu akun Facebook tersebut memiliki 290.000 pengikut.
Bahkan, salah satu akun Facebook menjalankan 150 iklan pada Facebook dan Instagram dengan total biaya mencapai US$11.000. Ada pun akun tersebut adalah Aztlan Warriors, Black Elevation, Mindful Being, dan Resisters.
Kenapa Facebook tak mampu mengungkapkan otak di belakang akun tersebut? "Aktor jahat itu menyembunyikan jalurnya berbeda dengan aksi agen Rusia dengan Internet Research Agency (IRA) yang dulu berhasil diungkap," ungkap Nathaniel Gleicher, kepala kebijakan keamanan siber Facebook. IRA merupakan lembaga yang berasosiasi dengan Kremlin dan masuk dalam penyidikan konspirasi untuk mengintervensi pemilu presiden AS pada 2016 lalu.
Namun, gerak pelaku intervensi kali ini berbeda dengan langkah IRA yang dulu karena menggunakan virtual private networks (VPNs) untuk menyembunyikan lokasi mereka. Kemudian, mereka menggunakan pihak ketiga untuk menjalankan iklan. Untuk kasus terbaru, mereka tidak menemukan internet protocol (IP) dari Rusia. "Namun, beberapa aktivitas mencurigakan itu sama seperti yang dilakukan IRA," katanya.
Facebook juga menemukan satu keterkaitan antara IRA dan banyak akun barunya. Salah satu akun Facebook juga terungkap kalau dikelola oleh IRA. Namun, mereka juga mengungkapkan mungkin tidak bisa mengidentifikasi sumber akun palsu tersebut.
"Serangkaian aktor yang kita lihat adalah mungkin IRA meningkatkan kemampuan atau itu juga bisa kelompok yang terpisah," ucap chief security officer Facebook Alex Stamos. "Ini adalah bentuk keterbatasan fundamental: organisasi yang ofensif berusaha meningkatkan teknik mereka agar tidak terungkap. Kita tetap percaya diri untuk mengidentifikasi aktor itu," katanya.
Facebook langsung menghapus akun yang mencurigakan tersebut. Gerakan mencurigakan juga dilakukan akun bernama Register yang menciptakan agenda demonstrasi pada 10-12 Agustus mendatang. Agenda itu bertajuk "No Unite the Right 2", lima pemilik akun lainnya juga menawarkan demonstrasi serupa, termasuk persiapan transportasi dan lokasi. Facebook telah menghubungi admin akun tersebut dan 2.600 pengguna Facebook yang tertarik dengan agenda tersebut.
Temuan baru Facebook langsung mendapatkan tanggapan dari para politikus AS. Anggota Kongres AS Adam Schiff mengungkapkan, apa yang ditemukan Facebook merupakan apa yang ditakutkan banyak orang selama ini. "Aktor jahat asing yang diduga berasal dari Rusia berusaha memengaruhi pemilu AS dengan senjata media sosial," kata Schiff.
Hal senada diungkapkan Senator asal Partai Demokrat Mark Warner yang langsung menuding Moskow di balik intervensi pemilu terbaru kali ini. "Pengungkapan bukti terbaru ini menunjukkan Kremlin melanjutkan eksploitasi seperti Facebook untuk mempertajam perbedaan dan menyebabkan disinformasi. Saya senang Facebook mampu mengambil tindakan cepat untuk menangkal aktivitas intervensi ini," ujarnya.
Kemudian Senator Partai Republik Lindsey Graham menambahkan perlunya langkah balasan dengan memberlakukan sanksi terhadap Rusia. "Itu adalah sanksi dari neraka bagi negara yang mencoba mengintervensi pemilu kita," ujarnya. Sanksi itu akan diumumkan pada Kamis (2/8) mendatang.
Ketua Komite Intelijen Senat AS Richard Burr menjelaskan ada upaya untuk memecah belah dan merusak sistem politik AS. "Rusia ingin AS semakin lemah," jelasnya.
Bagaimana tanggapan Rusia? "Saya berharap materi itu secara resmi diserahkan ke pihak Rusia," jawab juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova saat ditanya CNN.