Diplomat senior China mengatakan, pemerintah asing tidak boleh ikut campur dalam urusan internal Kamboja. Pernyataan itu mencuat menyusul kecaman luas terhadap pemilu Kamboja yang diselenggarakan pada Minggu (29/7), karena dinilai tidak bebas dan tidak adil.
China merupakan pendukung diplomatik dan ekonomi terpenting Kamboja.
Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen pada Senin (30/7) mengumumkan telah memenangi seluruh kursi parlemen yang diperebutkan. Sementara, proses pemungutan suara menuai kecaman keras dari kelompok pemantau HAM, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyampaikan ucapan selamat atas pemilu yang disebutnya "lancar", ungkap Kementerian Luar Negeri China pada Rabu malam setelah Wang Yi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhon di sela-sela ASEAN Regional Forum di Singapura.
"Hasil pemilu menunjukkan afirmasi dan kepercayaan rakyat atas pemerintahan Partai Rakyat Kamboja," ujar Wang seperti yang dimuat dalam pernyataan tersebut.
"China selalu dengan tegas mendukung upaya Kamboja untuk melindungi kedaulatan, kemandirian, dan stabilitasnya serta menentang setiap negara asing mencampuri urusan dalam negeri Kamboja."
Wang menambahkan, China akan terus memberikan bantuan kepada Kamboja untuk menjaga stabilitas dan perkembangan.
Dalam pernyataan yang sama, Kementerian Luar Negeri China mengutip pernyataan Menlu Kamboja yang mengklaim bahwa pemilu di negaranya berlangsung secara tertib dan transparan. Menurut Prak Sokhon, rakyat Kamboja telah memilih perdamaian, stabilitas, dan pembangunan.
"China adalah sahabat rakyat Kamboja, teman yang paling bisa dipercaya," tutur Prak Sokhon.
Kecam seruan boikot pemilu
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (65) pada hari Kamis mengecam seruan untuk memboikot pemilu yang digaungkan oleh oposisi utama, Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP). Dia menyebutkan boikot itu adalah "tindakan bodoh" dan "salah perhitungan."
"Kampanye gagal, lebih dari 82% rakyat di seluruh negeri memberikan suara, itu menunjukkan bahwa rakyat kami mendukung proses demokrasi mereka sendiri," kata Hun Sen di hadapan ribuan pekerja pabrik di Phnom Penh.
CNRP dibubarkan oleh Mahkamah Agung tahun lalu dan 118 anggotanya dilarang berpolitik selama lima tahun sebagai bagian dari tindakan keras menjelang pemilu.
Hun Sen, mantan komandan Khmer Merah yang telah memerintah Kamboja selama hampir 33 tahun, diperkirakan akan mengunjungi Eropa pada Oktober 2018. Perjalanan itu termasuk pertemuannya dengan para pejabat Uni Eropa, yang mengkritik keras proses pemilu.
Hun Sen menantang para kritikus untuk mengadakan aksi protes selama kunjungannya.
"Saya memberi tahu Anda sebelumnya, sehingga orang-orang di Eropa dapat mengatur demonstrasi terhadap saya," tegas Hun Sen.
Sumber: News.com.au dan Reuters