close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi / Pexels
icon caption
Ilustrasi / Pexels
Dunia
Senin, 13 Agustus 2018 14:50

Epidemi kehamilan remaja meledakkan populasi Mozambik

Berbagai upaya dilakukan untuk menekan kehamilan dini yang berujung pada ledakan populasi di Mozambik.
swipe

Di bangsal bersalin kecil di Murrupelane, Mozambik, dua orang ibu yang masing-masing berusia 16 tahun menyusui bayinya. Keduanya lahir di pagi itu.

Seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (13/8), pernikahan anak dan tingkat kehamilan remaja di Mozambik termasuk yang tertinggi di dunia, menjadikannya faktor pendorong ledakan populasi di negara yang berada di bagian selatan Afrika yang dilanda kemiskinan ini.

Setelang bangkit dari perang brutal pada tahun 1992, Mozambik yang merupakan eks koloni Portugis itu menyaksikan penduduknya membengkak 40% dalam dua dasawarsa hingga 2017, mencapai 29 juta hari ini.

"Orang tua saya benar-benar ingin saya menikah," ujar Julia Afonso, salah seorang gadis yang baru saja menjadi ibu di Murrupelane, sebuah desa di utara negara itu. Dengan suara lirih dia mengatakan, keluarganya menerima US$21 atau setara Rp306 ribu saat ini, sebagai mahar.

Menurut badan anak-anak PBB (UNICEF), sekitar setengah dari wanita Mozambik atau 48,2% menikah sebelum berusia 18 tahun. Gadis-gadis berumur antara 15 dan 19, 46,4% hamil atau sudah menjadi ibu.

"Pernikahan dini dan kehamilan ini memiskinkan masyarakat," kata Kepala desa Murrupelane Wazir Abacar. 

"Orang tua yang masih berusia muda tidak dapat menafkahi anak-anak mereka dan para ibu meninggalkan sekolah," imbuhnya. Dan sebagai akibatnya, 58% perempuan Mozambik buta huruf.

Ema Nelmane yang saat ini berusia 13 tahun "menyerah" pada keinginan seorang pria yang ditemuinya di pasar. Dia menikah pada usia 12 tahun dengan mahar 200 metical atau setara Rp50 ribu saat ini. 

"Dia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat sepatu yang sama dengan yang dikenakan oleh teman-temannya," terang sang nenek.

Ketika mendapati dirinya hamil, Ema terperangah. "Aku tidak tahu kalau berhubungan intim bikin hamil," ujarnya seraya menyusui buah hati.

Seketika, Ema memasuki dunia dewasa. "Aku tidak bisa keluar dan bermain dengan teman-temanku lagi."

Seperti di negara-negara berkembang lainnya, remaja di Mozambik kerap mengalami kehamilan karena kurangnya pendidikan, ungkap demograf Carlos Arnaldo.

"Para orang tua melihat kelahiran ini sebagai sebuah jaminan bahwa mereka akan dirawat setelah lanjut usia.

Hingga saat ini, pemerintah Mozambil tidak banyak menangani isu demograf. Namun, meningkatnya beban ledakan populasi mau tidak mau memaksa perubahan pemikiran.

Kampanye kesadaran kontrasepsi

"Konsekuensi ekonomi bagi pemerintah adalah bahwa mereka harus membangun rumah sakit dan sekolah," ungkap Pascoa Wate, kepala kesehatan ibu dan anak di Kementerian Kesehatan.

"Terlepas dari pembiayaan pemerintah, masyarakat tidak memiliki akses ke sana."

Dalam upaya mengekang ledakan populasi, pemerintah Mozambik tengah dalam proses mengubah undang-undang hingga memungkinkan usia minimal menikah adalah 18 tahun, bukan 16 tahun dengan persetujuan orang tua.

"Kami tahu bahwa praktik pernikahan dini berakar pada nilai-nilai budaya yang mendalam dan norma-norma sosial yang memprioritaskan kesuburan," ungkap Menteri Pemuda Nyeleti Mondlane.

Dengan dukungan PBB, Mozambil juga telah melancarkan kampanye kesadaran kontrasepsi sejak 2016. Hanya seperempat wanita yang saat ini memiliki akses ke kontrasepsi, menurut survei kesehatan nasional.

Di bawah sebuah pohon mangga di desa Namissica, selusin wanita berkerumun di sekeliling meja untuk menyimak seorang perawat memperagakan cara menggunakan kontrasepsi. Jika para suami tidak kooperatif, perawat menyarankan mereka untuk memilih implan KB.

Para perawat dengan telaten menepis mitos-mitos yang ditanyakan.

Ritus peralihan

Menurut seorang penentang kehamilan dini, Gilberto Macuacua Harilal, mengendalikan ledakan populasi juga sangat tergantung pada pendidikan laki-laki, mengingat kaum Adam di Mozambik mendikte seksualitas bagi anak perempuan.

Macuacua menggunakan acara televisi mingguannya "Man To Man" untuk mengecam gereja-gereja yang membela pernikahan di bawah 18 tahun, serta upacara inisiasi tradisional, yang umum di Mozambik.

Selama upacara semacam itu, "anak laki-laki berusia delapan hingga 12 tahun belajar untuk menghukum para gadis dengan memaksa mereka melakukan hubungan seks," katanya.

Perlahan-lahan, pesan itu mulai berhasil.

Jaoa Carlos Singano, seorang kepala desa di distrik Rapale utara, mengatakan bahwa selama setahun "kami telah berusaha meyakinkan para pejabat yang melakukan ritual inisiasi untuk berhati-hati dalam instruksi yang mereka berikan kepada anak-anak lelaki".

Tetapi kebutuhan akan perubahan itu mendesak.

Saat ini, populasi akan berlipat ganda dalam 25 tahun mendatang.

"Ini berpacu dengan waktu," kata Mondlane.

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Tag Terkait

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan