close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Anak-anak Suriah di kamp pengungsi di desa Atimah, Provinsi Idlib, Suriah, pada Selasa (11/9). REUTERS/Khalil Ashawi
icon caption
Anak-anak Suriah di kamp pengungsi di desa Atimah, Provinsi Idlib, Suriah, pada Selasa (11/9). REUTERS/Khalil Ashawi
Dunia
Rabu, 12 September 2018 14:05

PBB: Serangan ke Idlib sebabkan lebih dari 30.000 orang mengungsi

Idlib merupakan wilayah terakhir di Suriah yang masih dikuasai pemberontak.
swipe

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) pada Senin (10/9) melaporkan bahwa lebih dari 30.000 orang telah meninggalkan rumah mereka sejak tentara Damaskus dan pasukan sekutunya kembali melakukan pengeboman pekan lalu di Idlib.

OCHA memperingatkan bahwa serangan tersebut berisiko memicu bencana kemanusiaan terburuk Abad ke-21.

Menurut juru bicara OCHA David Swanson, sekitar setengah dari mereka yang mengungsi telah pindah ke tenda-tenda pengungsi, sementara yang lain pergi ke permukiman informal, tinggal dengan keluarga atau menyewa rumah.

Turki yang menampung sekitar 3,5 juta pengungsi mengatakan tidak bisa menampung lebih banyak pengungsi lainnya jika serangan terhadap Idlib terus mendorong gelombang baru pengungsi ke perbatasannya. Pada Selasa (11/9), Presiden Recep Tayyib Erdogan menyatakan bahwa serangan ke Idlib akan memicu risiko kemanusiaan dan keamanan bagi Turki, Eropa, dan sekitarnya.

Sepanjang tahun ini, militer Turki telah mendirikan 12 pos pengamatan di sekitar Idlib.

Sebelumnya, Suriah dan Rusia mengatakan bahwa mereka hanya menargetkan faksi-faksi bersenjata dan berusaha untuk mengakhiri kekuasaan militan terkait kelompok Al-Qaeda di Idlib. Namun, pembelaan tersebut bertolak belakang dari pengakuan penduduk yang melarikan diri dari Idlib.

"Mereka tidak membedakan antara warga sipil dan lainnya," ujar Ali al-Mheymid (50), penduduk yang melarikan diri dari desa Sarjah di provinsi Idlib bersama keluarganya minggu lalu. 

Penduduk lainnya juga mengaku khawatir kehidupannya akan semakin terancam bila tidak segera pindah dari sana.

"Apa yang akan kita lakukan? Setiap saat hal itu akan terus mengikuti kami, kami melarikan diri satu meter ke utara dan berserah diri pada Tuhan, ke mana lagi kami akan pergi?," keluh Mamdouh Abu al-Saoud yang melarikan diri bersama istri dan tiga putrinya dari provinsi Hama dan baru pindah ke Idlib beberapa bulan lalu.

"Kami datang (ke Idlib) tanpa apa pun," tambahnya.

Masuknya pengungsi ke Idlib telah menggandakan populasi wilayah itu menjadi sekitar 2,9 juta jiwa dalam beberapa tahun terakhir. Bersama aliran pengungsi, terselip pula sejumlah pasukan pemberontak yang berusaha melarikan diri.

"Pada hari pertama pengeboman, kami mengira intensitas serangan akan segera berkurang. Namun, keesokan harinya justru terjadi serangan yang lebih parah lagi," ujar Hussein al-Okab (43) yang datang ke area pengungsian bersama istri dan tujuh anaknya.

Pemimpin Turki, Iran, dan Rusia telah bertemu di Teheran pada Jumat (7/9). Namun, mereka gagal menyepakati gencatan senjata.

 

Sumber: Reuters

img
Soraya Novika
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan