Hasil pemilu paruh waktu Amerika Serikat 2018 menunjukkan Partai Demokrat merebut kontrol House of Representatives (DPR) dari tangan Partai Republik. Sementara itu, Republikan berhasil mempertahankan kekuasaan mereka di Senat.
Kemenangan Demokrat di DPR tidak hanya kabar buruk bagi Donald Trump, namun juga bagi Rusia. Pasalnya, Demokrat telah menjanjikan pengawasan yang lebih besar terhadap kebijakan luar negeri Trump, terutama keramahannya terhadap Moskow.
"Tidak ada prospek yang cerah dalam isu normalisasi hubungan AS-Rusia," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Rabu (7/11) saat merespons hasil pemilu paruh waktu AS.
Meski demikian, Peskov menekankan bahwa kedua negara akan terus melanjutkan pembicaraan dan diskusi mengenai isu keamanan seperti kontrol senjata.
Kondisinya mungkin bisa lebih buruk bagi Rusia menyusul kalahnya anggota Kongres Republik Dana Rohrabacher dari rivalnya Harley Rouda. Rohrabacher yang kerap melontarkan pernyataan-pernyataan kasar merupakan seorang yang pro-Rusia dan pendukung kuat Trump. Dia memiliki kedekatan dengan Kremlin.
Meski pun Trump dan Kremlin telah menyatakan keinginan untuk meningkatkan hubungan, namun fakta di lapangan menunjukkan relasi keduanya menurun.
Menurut penilaian intelijen AS, Rusia mencoba memengaruhi Pilpres AS 2016 dan mendukung Trump. Saat ini penasihat khusus Robert Mueller tengah menyelidiki apakah ada kolusi antara tim kampanye Trump dan Kremlin.
AS juga menuding Rusia mencoba untuk memengaruhi opini publik selama pemilu paruh waktu. Washington telah memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap Moskow, termasuk yang didasarkan pada serangan kimia terhadap agen ganda Sergei Skripal dan putrinya Yulia pada awal tahun ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Negeri Paman Sam dan Negeri Beruang Merah terlibat dalam sejumlah ladang konflik. Mulai dari aneksasi Krimea hingga perang Suriah.
Bagi Trump, lebih ramah dengan Rusia adalah hal positif. Namun, pendapatnya tersebut mungkin tidak akan diterima oleh DPR baru yang dipimpin Demokrat. (Vox)