Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengatakan keputusannya membubarkan parlemen dan menyerukan pemilu adalah untuk menghindari kemungkinan kekerasan di internal parlemen dan di seluruh penjuru negeri.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Minggu (11/11) malam, Presiden Sirisena memaparkan bahwa dia mendengar cerita dari para anggota parlemen di kedua sisi soal kemungkinan pecahnya kekerasan yang bahkan bisa mengakibatkan kematian jika pemungutan suara digelar untuk memutuskan apakah perdana menteri pilihannya atau saingannya yang dipecat yang memiliki dukungan mayoritas.
"Jika saya mengizinkan parlemen untuk bersidang pada tanggal 14 ... itu dapat memicu keributan dan perkelahian di setiap kota dan desa yang akan mengarah pada situasi yang sangat tidak menyenangkan dan sulit bagi rata-rata masyarakat di negeri ini," jelas Sirisena.
Dia menambahkan, "Karena itu, solusi terbaik adalah tidak mengizinkan 225 anggota di parlemen untuk saling berkelahi satu sama lain dan membiarkan itu berkembang menjadi pertarungan jalanan di setiap bagian di negara ini. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya ... untuk menciptakan situasi pemilu yang bebas dan adil bagi 15 juta pemilih yang akan memilih anggota parlemen."
PBB dan sejumlah pemerintah asing telah menyatakan keprihatinan atas keputusan Sirisena untuk membubarkan parlemen pada Jumat (9/11) dan memecat Ranil Wickremesinghe dari kursi perdana menteri serta menggantinya dengan mantan penguasa Mahinda Rajapaksa.
"Sekretaris Jenderal menggarisbawahi pentingnya menghormati proses dan institusi demokrasi serta menyelesaikan perbedaan sesuai dengan aturan dan proses hukum," sebut pernyataan yang dikeluarkan dari kantor Sekjen PBB Antonio Guterres.
Wickremesinghe mengatakan, pemecatannya tidak konstitusional. Dia menegaskan masih memiliki dukungan mayoritas di parlemen.
Sirisena pada awalnya menunda sidang parlemen hingga 16. Namun, kemudian dia memutuskan untuk membubarkannya setelah tidak dapat memperoleh dukungan untuk Rajapaksa. Setelah itu, dia menyerukan agar diadakan pemilu pada 5 Januari 2019.
Beberapa partai politik mengatakan mereka akan mengajukan petisi ke Mahkamah Agung pada Senin (12/11) untuk membatalkan pembubaran parlemen.
Sementara itu, dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Sirisena juga memperingatkan Wickremesinghe yang masih menempati kediaman resmi perdana menteri. Dia menyatakan, hanya perdana menteri baru dan anggota kabinet yang berhak menggunakan kendaraan dan aset-aset negara pada masa transisi.
Presiden Sirisena bahkan mengumumkan akan mengerahkan polisi untuk mengambil kembali aset negara dan dia memastikan bahwa para pelanggar akan dikenai tindakan hukum jika menolak menyerahkannya.
Sirisena dan Wickremesinghe, merupakan dua pemimpin partai lama yang pada dasarnya bertentangan, namun tergabung dalam koalisi hingga akhirnya pemecatan terhadap Wickremesinghe terjadi.
Ketegangan antara Sirisena dan Wickremesinghe salah satunya terjadi karena sang PM memperkenalkan reformasi ekonomi yang tidak disetujui oleh presiden. Selain itu, Sirisena juga menuding Wickremesinghe dan anggota kabinet lainnya berencana untuk membunuhnya. Tuduhan ini telah berulang kali dibantah Wickremesinghe.
Sirisena juga telah mengkritik investigasi terhadap personel militer yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia selama perang sipil panjang yang dilakukan Sri Lanka melawan kelompok separatis Tamil, yang berakhir pada tahun 2009.
Rajapaksa, yang memerintah sebagai presiden dari tahun 2005 hingga 2015, dianggap sebagai pahlawan oleh mayoritas etnis Sinhala karena memenangkan pertarungan. Namun dia kehilangan gagal terpilih kembali pada 2015 di tengah tuduhan nepotisme, korupsi, dan kekejaman masa perang.
Pada hari Minggu kemarin, Rajapaksa mengumumkan meninggalkan partai politiknya yang lama dan bergabung dengan Sri Lanka People’s Front, sebuah parpol di mana dia telah menjadi pemimpin bayanga selama berbulan-bulan. Sejumlah besar anggota Partai Kebebasan Sri Lanka pimpinan Sirisena, kemungkinan akan bergabung dengannya.
Langkah Rajapaksa ini disebut dapat melemahkan Sirisena. Meski demikian, baik Rajapaksa dan Sirisena mengatakan, mereka akan menghadapi pemilu pada 5 Januari bersama.
Ratusan orang berkumpul di Kolombo, ibu kota Sri Lanka, pada hari Minggu untuk menyalakan lilin demi memprotes apa yang mereka katakan sebagai pembubaran parlemen yang tidak konstitusional. (AP)