Pertemuan OPEC yang berlangsung di Wina, Austria, hingga saat ini dilaporkan belum mencapai kesepakatan mengenai pemotongan produksi minyak. Rusia dilaporkan menolak berkomitmen untuk memangkas produksi dalam jumlah besar yang menjadi tuntutan Arab Saudi.
Setelah dua hari perundingan, Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih mengatakan dia tidak yakin bahwa kesepakatan akan tercapai dalam pertemuan OPEC dengan mitranya pada Jumat (7/12). Akibatnya proposal pemangkasan produksi minyak bagi anggota OPEC dan non-OPEC sebesar 1 juta barel per hari menggantung dalam ketidakpastian.
"Tidak semua pihak siap untuk memangkas secara merata," tutur Al-Falih. "Rusia belum siap untuk pemotongan substansial."
Kegagalan untuk mengamankan kesepakatan tersebut dinilai adalah contoh terbaru tentang bagaimana OPEC berada di bawah tekanan dari kekuatan yang mencoba menggambar ulang peta minyak global. OPEC kini semakin bergantung pada dukungan Rusia sebagai negara non-anggota dan dalam perkembangan mencolok, pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan bahwa mereka berubah menjadi eksportir bersih minyak untuk pertama kalinya dalam 75 tahun akibat ledakan shale oil.
Pasar minyak dengan cepat bereaksi negatif terhadap kebuntuan pertemuan OPEC. Harga minyak mentah dunia jenis Brent jatuh sebanyak 5,2% menjadi US$58,36 per barel di London.
Banyak yang telah berubah di OPEC sejak tahun 2016, ketika Rusia dan Arab Saudi memutuskan mengakhiri permusuhan historis mereka dan mulai mengelola pasar bersama. Aliansi ini disebut telah mengubah kartel menjadi duopoli di mana Kremlin dinilai tengah menegaskan kekuasaannya.
Perjanjian elusif
Sebelumnya pada hari Kamis (6/12), sejumlah menteri yang bertemu di Wina membahas proposal untuk memangkas produksi minyak anggota OPEC dan non-OPEC sekitar 1 juta barel per hari. Itu sejalan dengan preferensi Arab Saudi yang bertekad melakukan pengurangan secara moderat agar tidak mengejutkan pasar.
Arab Saudi sendiri tengah berada di bawah tekanan ekonomi setelah jatuhnya harga minyak bulan lalu. Namun mereka dianggap berusaha berjalan di garis tipis antara mencegah surplus dan memenuhi tuntutan Presiden Donald Trump.
Sementara produsen di Timur Tengah membutuhkan pendapat yang tinggi dari minyak untuk membiayai pengeluaran pemerintah, sensitivitasnya berbeda di Rusia. Negeri Beruang Merah menjalankan surplus anggaran dan manfaat dari rubel yang lemah yang mengurangi dampak harga minyak mentah yang lebih rendah dalam dollar.
Menurut salah seorang pejabat Kremlin, pemerintah khawatir dampak harga yang lebih tinggi pada konsumen dapat memicu ketidakpuasan atas kebijakan ekonomi.
Meski pun Rusia, produsen terbesar OPEC+group, secara prinsip telah sepakat untuk memangkas produksi, ukuran akhirnya dari kontribusi mereka tetap tidak akan terdefinisi melalui pembicaraan yang tengah berlangsung di Wina saat ini.
Dalam pembicaraan pada awal pekan ini, delegasi OPEC mengatakan bahwa Arab Saudi mengharapkan Rusia dapat memangkas 300.000 barel per hari, namun Moskow mengejar jumlah yang lebih kecil, yakni sekitar 150.000 barel.
Sebelum pertemuan pada Kamis kemarin dilangsungkan, Al-Falih sempat mengatakan, "Jika semua pihak tidak bersedia bergabung dan berkontribusi setara, kita akan menunggu sampai mereka bersedia."
Al Falih sendiri menyatakan siap untuk konsekuensi tidak adanya kesepakatan dalam pertemuan Wina.
Seorang delegasi mengungkapkan, isu lain yang mencuat dalam pertemuan OPEC adalah kontribusi Iran. Negara Teluk itu saat ini dihantam sanksi AS dan Menteri Perminyakan Bijan Zanganeh telah menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berpartisipasi dalam pemotongan apa pun.
Para menteri OPEC juga membahas apakah akan membebaskan Libya dan Venezuela dari pemangkasan produksi. Keduanya bersama dengan Nigeria, menentang berpartisipasi dalam kesepakatan tersebut.
"Sejumlah negara tidak bersedia melakukannya karena ekonomi mereka sangat terbatas dan Nigeria sendiri hanya bisa memangkas dalam jumlah kecil," ungkap Menteri untuk Sumber Daya Perminyakan Emmanuel Kachikwu sebelum pertemuan di Wina berlangsung.
Di luar perselisihan internalnya, OPEC juga bergumul dengan pandangan Trump, yang diutarakan sang presiden via Twitter. Trump mencaci-maki kebijakan OPEC dan melihat harga minyak yang rendah sebagai kunci untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.
Ketika para menteri OPEC bertemu pada Rabu (5/12), Trump mentwit bahwa dunia tidak ingin harga minyak tinggi.
Pembicaraan pada Kamis kemarin yang tidak berujung pada kesepakatan konkret akan memberi Trump apa yang diinginkannya.
Menurut seorang delegasi, pada hari ini pukul 09.00 waktu Wina, OPEC akan berkumpul kembali tanpa mitra dari luar. Pertemuan kemudian akan dilanjutkan pada pukul 00.00 waktu setempat dengan sekutu non-OPEC, termasuk Rusia.