Hujan deras dan kilat menimbulkan kekacauan di berbagai wilayah di Pakistan. Akibatnya 71 orang tewas dan 67 orang lainnya cedera sejak Sabtu, kata seorang pejabat kepada Xinhua, Rabu (17/4).
Pejabat dari Otoritas Manajemen Bencana Nasional (NDMA) mengatakan bahwa provinsi barat laut Khyber Pakhtunkhwa menjadi wilayah yang paling parah terkena dampak. Di mana 32 orang kehilangan nyawa dalam berbagai insiden, termasuk atap runtuh dan sambaran petir.
Menurut pejabat tersebut, 15 anak-anak dan lima wanita termasuk di antara korban tewas di Khyber Pakhtunkhwa sementara 41 lainnya juga terluka dan 1.370 rumah rusak.
Pejabat itu mengatakan bahwa 23 orang tewas dan tujuh orang terluka di provinsi Punjab timur, delapan orang tewas dan delapan lainnya luka-luka di provinsi Balochistan barat daya.
Setidaknya delapan orang tewas dan 11 lainnya terluka dan 47 rumah hancur akibat hujan lebat di Kashmir yang dikuasai Pakistan selama periode tersebut, tambah pejabat tersebut.
NDMA mengeluarkan peringatan pada hari Rabu yang mengatakan bahwa hujan lebat dan badai petir kemungkinan akan melanda negara itu dari 17 April hingga 29 April.
“Pakistan mungkin akan menghadapi serangkaian sistem cuaca sedang hingga intens. Pola cuaca diperkirakan akan membawa hujan lebat, badai petir, dan badai es, sehingga menimbulkan risiko signifikan di berbagai wilayah di negara ini,” kata NDMA.
NDMA khawatir bahwa curah hujan yang diperkirakan akan turun dapat memicu banjir bandang di daerah-daerah yang rentan, termasuk daerah dataran rendah.
Di tempat terpisah, Afganistan dilanda kekeringan akibat musim dingin luar biasa yang mengeringkan bumi, memperburuk banjir bandang yang disebabkan oleh hujan musim semi di sebagian besar provinsi.
Juru bicara penanggulangan bencana Janan Sayeq mengatakan "sekitar 70 orang kehilangan nyawa" akibat hujan antara Sabtu dan Rabu. Dia mengatakan 56 orang lainnya terluka, sementara lebih dari 2.600 rumah rusak atau hancur dan 95.000 hektar lahan pertanian musnah.
Sayeq memberikan angka kematian yang lebih kecil pada pekan lalu, dan mengatakan bahwa sebagian besar korban jiwa pada saat itu disebabkan oleh runtuhnya atap akibat banjir.
PBB tahun lalu memperingatkan bahwa Afghanistan “mengalami perubahan besar dalam kondisi cuaca ekstrem.”
Banjir bandang di negara itu juga telah merusak 2.000 rumah, tiga masjid, empat sekolah dan berdampak pada ribuan orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. "Banjir juga merusak lahan pertanian dan 2.500 hewan mati," kata Sayeq dikutip CBS News.
Setelah empat dekade dilanda perang, Afghanistan termasuk di antara negara-negara yang paling tidak siap menghadapi peristiwa cuaca ekstrem, yang menurut para ilmuwan menjadi lebih sering dan parah akibat perubahan iklim.(englishnews,cbsnews)