Pada Minggu (22/9), Komisi Hak Asasi dan Kebebasan Mesir (ECRF) menyatakan bahwa setidaknya 356 orang ditangkap dalam gelombang protes terhadap rezim Presiden Abdel Fattah al-Sisi. Demonstrasi pertama kali pecah pada Jumat (20/9).
Seorang aktivis dan pengacara HAM, Mahienour El-Masry, serta sejumlah wartawan dan mahasiswa termasuk di antara mereka yang ditangkap pihak berwenang.
"Kami terus mendapatkan laporan penangkapan terbaru. Menurut saya, polisi antihuru-hara dan Kementerian Dalam Negeri Mesir tidak menyangka protesnya akan sebesar ini," tutur perwakilan ECRF, Mohamed Lotfy.
Organisasi nonpemerintah lainnya, Egyptian Centre for Economic & Social Rights, menyatakan telah mencatat setidaknya 274 penangkapan sejak demonstrasi dimulai.
ECRF mencatat penangkapan terjadi di setidaknya 12 lokasi termasuk Kairo, Giza, Alexandria, Suez, Dakahlia, Qalyubia dan Kafr el-Shaikh.
Pada Jumat malam, jutaan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan untuk melawan Sisi, seorang mantan jenderal angkatan darat yang berkuasa sejak 2014.
Pasukan keamanan Mesir bentrok dengan ratusan demonstran di kota pelabuhan Suez dalam aksi protes hari kedua, mereka menembakkan gas air mata dan peluru tajam.
Pemerintah secara efektif melarang demonstrasi publik pada 2013, tidak lama setelah Sisi memimpin militer untuk menggulingkan pemerintahan mendiang Mohamed Morsi.
"Aksi protes sangat mengejutkan saya karena sebelumnya orang-orang tidak dapat menyerukan kemarahan mereka. Jadi ini adalah pertanda harapan bahwa orang masih memiliki suara," kata seorang warga, Hafsa, yang bergabung dalam protes di Kairo.
Seruan untuk protes akhir pekan datang setelah Mohamed Ali, seorang pebisnis di pengasingan yang juga rival Sisi, menuduh presiden dan militer melakukan tindakan korupsi tingkat tinggi. Sisi membantah tuduhan tersebut, menegaskan bahwa dia jujur dan setia terhadap rakyat dan militernya.
Demonstrasi diperkirakan akan berlanjut. Sisi sedang dalam perjalanan ke New York, Amerika Serikat, di mana dia akan berpidato tentang menjaga perdamaian dan keamanan dunia di Sidang Umum PBB.
"Protes kemungkinan akan berlanjut jika pemerintah gagal menyusun tanggapan politik yang tepat," kata analis politik, Nael Shama. (Anadolu Agency dan The Guardian)