Seorang remaja Rohingya telah tewas dan sedikitnya enam orang terluka. Mereka jadi korban ledakkan mortir yang ditembakkan dari Myanmar. Ini merupakan peristiwa kekerasan yang berulang di perbatasan Bangladesh-Myanmar.
Remaja itu tewas pada Jumat malam, kata Dil Mohammed, seorang pemimpin Rohingya di tanah tak bertuan, sebidang tanah di sepanjang perbatasan Myanmar-Bangladesh di mana diperkirakan 4.000 orang Rohingya tinggal.
"Kami hidup di sini dalam ketakutan terus-menerus. Kapan saja bencana apa pun bisa terjadi," kata Mohammed melalui telepon.
Letnan Jenderal Faizur Rahman, kepala operasi Penjaga Perbatasan Bangladesh, juga membenarkan bahwa seorang Rohingya tewas dalam penembakan itu.
Pasukannya telah mengamankan perbatasan dan protes keras akan diajukan ke Myanmar, tambahnya.
Seorang pejabat senior sipil Bangladesh mengatakan sedikitnya enam orang lagi terluka di Konapara, sebuah desa perbatasan di Bangladesh.
Sumber mengklaim remaja itu berusia sekitar 15 hingga 18 tahun.
Terperangkap dalam baku tembak
Lebih dari satu juta Rohingya tinggal di kamp-kamp di Bangladesh selatan yang terdiri dari pemukiman pengungsi terbesar di dunia, sebagian besar telah melarikan diri dari Myanmar selama tindakan keras militer pada tahun 2017.
Rohingya telah terperangkap dalam baku tembak antara militer Myanmar dan Tentara Arakan, sebuah kelompok bersenjata yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri bagi etnis minoritas di negara bagian Rakhine.
Peristiwa Jumat adalah yang terbaru dari serangkaian insiden di mana peluru meledak di Bangladesh, tetapi yang pertama menyebabkan kematian.
Awal bulan ini, Dhaka menyatakan "keprihatinan mendalam atas jatuhnya mortir di dalam wilayah Bangladesh, tembakan udara tanpa pandang bulu dari Myanmar di daerah perbatasan, dan pelanggaran ruang udara dari Myanmar".
Kementerian luar negeri Bangladesh telah memanggil utusan Myanmar di Dhaka tiga kali dalam beberapa pekan terakhir untuk menyampaikan "keprihatinan besar" negara itu atas mortir.
Dhaka berharap pemulangan Rohingya akan dimulai akhir tahun ini, tetapi para ahli mengatakan bentrokan antara militer Myanmar dan pemberontak berarti tidak ada syarat bagi Rohingya untuk setuju kembali ke desa mereka.