close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi warga Sudan Selatan. foto thefrontierpost
icon caption
Ilustrasi warga Sudan Selatan. foto thefrontierpost
Dunia
Kamis, 16 Desember 2021 19:50

89 orang tewas akibat penyakit misterius di Sudan Selatan

Sudan Selatan menghadapi krisis kemanusiaan ketika banjir ekstrem melanda negara itu selama tiga tahun berturut-turut.
swipe

Sebuah penyakit misterius mewabah di Sudan Selatan dan mengakibatkan sedikitnya 89 orang tewas akibat penyakit yang belum diketahui ini. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mengerahkan satuan tugas respons cepat ke Sudan Selatan untuk menyelidiki penyakit misterius itu. Kementerian kesehatan Sudan juga telah melaporkan penyakit yang menyebar cepat di kota utara Fangak, di negara bagian Jonglei.

Sebelumnya, wilayah Jonglei sempat dilanda banjir parah. Pejabat kesehatan ditugaskan mengumpulkan sampel untuk membantu mengidentifikasi penyakit mematikan itu. Menurut pejabat setempat di Fangak berdasarkan sampel awal dari pasien, hasilnya negatif untuk kolera.

Seperti dilansir BBC, Kamis (16/12) Juru bicara WHO Sheila Baya menyebutkan bahwa tim ilmuwan harus sampai di Fangak menggunakan helikopter karena transportasi darat terhalang banjir. Rombongan sedang menunggu transportasi untuk memulangkan mereka ke ibu kota, Juba, pada Rabu. “Kami memutuskan untuk mengirim tim respons cepat dan melakukan penilaian serta investigasi risiko," ujarnya.

Sudan Selatan menghadapi krisis kemanusiaan ketika banjir ekstrem melanda negara itu selama tiga tahun berturut-turut. Badan-badan kemanusiaan memperingatkan bahwa banjir akan menyebabkan wabah penyakit yang dibawa melalui air dan malaria, menyebabkan kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Banjir sedikitnya telah memutus akses masyarakat terhadap pasokan makanan dan komoditas lainnya. Lebih dari 700 ribu orang telah terkena dampak banjir terburuk selama hampir 60 tahun.

Menteri Pertanahan, Lam Tungwar Kueigwong, mengatakan banjir parah telah meningkatkan persebaran penyakit malaria. Banjir juga menjadi penyebab anak-anak menderita kekurangan gizi dan langkanya makanan di seluruh negara bagian utara. Minyak di wilayah itu telah mencemari air sehingga menyebabkan hewan peliharaan mati.

Badan amal internasional Médecins Sans Frontires atau Dokter Lintas Batas yang beroperasi di daerah itu, mengatakan penderitaan akibat banjir, termasuk kekurangan makanan dan penyakit, memberi tekanan pada fasilitas kesehatan. 

“Kami sangat prihatin dengan kekurangan gizi akut yang parah hingga dua kali lipat dari ambang batas WHO. Jumlah anak-anak yang dirawat di rumah sakit akibat gizi buruk meningkat dua kali lipat sejak awal banjir," katanya.

img
Nadia Lutfiana Mawarni
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan