Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May menuding Badan Intelijen Rusia melakukan pembunuhan terhadap mantan agen Sergei Skripal dan putrinya. Kementerian Luar Negeri Inggris pun memanggil Duta Besar Rusia untuk memberikan informasi detail.
“Rusia bertanggung jawab atas serangan di Salisbury (lokasi kematian Skripal),” tegas PM May dilansir BBC, Selasa (13/3). “Inggris menyimpulkan ada pelanggaran hukum yang dilakukan lembaga intelijen Moskow,” paparnya.
Bahan kimia yang digunakan serangan itu, kata PM Inggris, diidentifikasi sebagai salah satu jenis gas saraf yang disebut dengan Novichok. “Apakah tindakan itu dilakukan Rusia melawan negara kita atau pemerintahan Rusia kehilangan kendali terhadap penggunaan gas saraf itu atau justru mengizinkan orang lain menggunakannya?” tanya May.
Dia mengatakan, Menteri Luar Negeri Boris Johnson akan memanggil duta besar Moskow untuk memberikan laporan lengkap tentang hal tersebut. Novichok merupakan bahan kimia yang dilarang PBB untuk digunakan.
Lebih lanjut, May juga memaparkan penggunaan gas saraf di Inggris bukan hanya terjadi pada kasus pembunuhan Skripal saja. “Itu merupakan tindakan diskriminatif terhadap Inggris dan mempertaruhkan warga tak berdosa dalam risiko besar,” kecamnya.
Pemimpin oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn meminta dialog keras dengan Rusia untuk menghindari ekskalasi ketegangan. Dia juga mempertanyakan tentang donasi uang dari para pengusaha Rusia kepada Partai Konservatif.
Sebelumnya, mantan intelijen militer Skripal, 66, dan putrinya, Yulia, 33, ditemukan tewas di bangku Kota Salisbury, Minggu, 4 Maret silam. Mereka masih bisa dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Skripal dituduh Rusia menyerahkan rahasia kepada MI6 pada 2004 dan mendapatkan suara di Inggris pada 2010.
Satu Suara
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson sepakat dengan Inggris kalau Rusia di belakang serangan tersebut. “Kita sepakat kalau Rusia melakukan kejahatan itu dan memerintahkan pembunuhan itu,” jelas Tillerson. Dia juga mengungkapkan solidaritas kepada sekutunya, Inggris, dan berkoordinasi untuk merespons insiden tersebut.
May juga sebelumnya sudah berdiskusi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang pola agresif Rusia. Mereka berdua sepakat untuk mendiskusikan hal itu lebih lanjut dan membuat sikap bersama.
Sekjen NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) Jenderal Jens Stoltenberg mengungkapkan penggunaan gas saraf sangat berbahaya. “Itu tindakan tak bisa diterima,” paparnya.
Mantan penasihat keamanan nasional Inggris, Lord Ricketts, aksi Rusia itu menjadi upaya membangun solidaritas lebih luas antara NATO dan Uni Eropa. “Kita tidak bisa memukul Presiden Vladimir Putin sendiri. Tapi, kita mengundang pihak lain untuk bergabung bersama,”pungkasnya.