Polisi Malaysia sedang menyelidiki beberapa serangan Jamaah Islamiah baru-baru ini termasuk di Johor Bahru pada 17 Mei yang menewaskan dua aparat polisi. Fokus penyelidikan fokus pada penggalian apakah pelaku melakukan serangan atas dasar inisiatif individu atau bagian dari aksi jaringan.
Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail mengatakan kementeriannya dan polisi menanggapi masalah ini dengan serius dan menyelidiki insiden yang terjadi.
“Dalam penyelidikan polisi, kami akan mengetahui apakah penyerangan itu terkoordinasi atau acak, serta dilakukan oleh individu atau kelompok," kata Saifuddin dikutip Straits Times.
“Beberapa kasus, seperti (penyerangan) kantor polisi di Penang, ada unsur mabuk (alkohol). Kami akan segera menyelidiki kasus ini untuk mengetahui alur dan motif tindakan mereka,” tambahnya.
Saifuddin menjawab pertanyaan mengenai perkembangan terkini menyusul upaya menerobos masuk tanpa izin ke Istana Negara dan serangan baru-baru ini di kantor polisi.
Ia juga berpesan kepada masyarakat untuk tidak berspekulasi atau berasumsi, dan membiarkan polisi melakukan penyelidikan.
Pada tanggal 18 Mei, dua pria diduga mencoba masuk tanpa izin ke Istana Negara dengan membawa senjata di mobil mereka.
Terpisah, para analis keamanan Malaysia menyampaikan kekhawatiran mengenai kebangkitan kelompok militan Jemaah Islamiyah setelah lama tidak aktif. Setelah seorang tersangka anggota membunuh dua polisi dalam serangan menjelang fajar di sebuah kantor polisi di Johor tersebut.
Gerakan-gerakan seperti JI, sebuah kelompok ekstremis Muslim yang berafiliasi dengan al-Qaeda, cenderung bertahan di bawah tanah untuk waktu yang lama sambil menunggu “saat yang tepat” untuk menyerang – dan mungkin inilah saat yang tepat – kata para pakar intelijen.
Tempat di mana serangan itu terjadi, kantor polisi distrik Ulu Tiram di negara bagian Johor, selaras dengan pendapat analis keamanan Mohd. Mizan Muhammad Aslam.
“Sebuah sekolah agama yang kini sudah tidak ada lagi, Madrasah Lukmanul Hakim yang terletak di Ulu Tiram, dulunya merupakan tempat pertemuan yang sangat penting bagi anggota kelompok teror, antara tahun 1996 dan 1997. Pada puncak kejayaannya, sekolah tersebut menjadi tempat berkembang biaknya ideologi militan. dan ekstremisme,” kata pakar dari Universitas Pertahanan Nasional Malaysia dilansir BenarNews.
“Ideologi JI [telah] ada di Ulu Tiram selama ini. Itu tidak pernah hilang. Para pengikutnya, masyarakat di sana, mereka terus mengindoktrinasi orang-orang yang tinggal di antara mereka,” tambahnya.
Aizat Shamsuddin, yang pernah bekerja erat dengan mantan militan, mengatakan kredo kelompok seperti JI tetap melekat pada mereka yang pernah menjadi anggotanya.
“Kami telah mengetahui bahwa ada risiko bahwa kelompok-kelompok ini akan berkumpul kembali bahkan setelah beberapa anggota atau pemimpin mereka ditangkap,” Aizat, pendiri kelompok kampanye, Initiative to Promote Tolerance and Prevent Violence, mengatakan kepada BenarNews.
“Apa yang kita saksikan hari ini adalah ideologi di kalangan [mantan] anggota masih hidup,” pungkasnya.(straitstimes,eurasianews)