close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Separatis Naga Merah. Foto: BBC
icon caption
Separatis Naga Merah. Foto: BBC
Dunia
Selasa, 07 November 2023 13:02

Serangan separatis tewaskan 20 orang di desa berbahasa Inggris

Wilayah Barat Laut dan Barat Daya Kamerun yang mayoritas penduduknya berbahasa Inggris telah dilanda konflik selama 7 tahun.
swipe

Konflik berdarah di Kamerun terus memakan korban jiwa. Dalam peristiwa kekerasan terbaru, aksi penyerangan pemberontak separatis di sebuah desa menewaskan sekitar 20 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.

“Serangan itu menyebabkan sekitar 20 orang tewas termasuk wanita dan anak-anak. Sebanyak 10 orang yang terluka parah dirawat di rumah sakit,” kata seorang pejabat senior pemerintah daerah yang tidak mau disebutkan namanya seperti dikutip brecorder, Selasa (11/7/2023).

Serangan itu terjadi di desa Egbekaw, Kamerun barat, tempat terjadinya bentrokan mematikan antara pemberontak dan pasukan pemerintah selama tujuh tahun.

Wilayah Barat Laut dan Barat Daya Kamerun yang mayoritas penduduknya berbahasa Inggris telah dilanda konflik sejak kelompok separatis mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 2017.

Di wilayah berbahasa Inggris di Kamerun, kelompok separatis bersenjata tidak hanya satu. Di antaranya Pasukan Pertahanan Naga Merah dan Macan dan Ambazonia (ADF).

“Mereka mungkin memiliki 500 hingga 1.000 pejuang aktif, namun yang lebih penting mereka memiliki semangat dan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan yang mereka sebut negara bagian Ambazonia,” kata analis Kamerun yang berbasis di Nigeria, Nna-Emeka Okereke kepada BBC dalam sebuah kesempatan pada 2018.

Awal konflik

Milisi separatis mulai muncul pada tahun 2017 setelah tindakan keras pasukan keamanan terhadap protes massal, yang dipimpin oleh pengacara dengan rambut palsu dan guru berjas. Mereka memprotes pemerintah yang dinilai gagal dalam memberikan pengakuan yang cukup terhadap sistem hukum dan pendidikan Inggris di wilayah Barat Laut dan Selatan.

Mereka menuduh pemerintah sangat bergantung pada orang-orang yang terlatih dalam tradisi hukum dan pendidikan Perancis untuk bekerja di posisi-posisi penting. Di sisi lain, pemerintah secara umum memarjinalkan minoritas berbahasa Inggris di Kamerun, yang merupakan 20% dari populasi Kamerun.

Presiden Paul Biya, 90 tahun, yang telah memerintah negara Afrika tengah itu dengan tangan besi selama 41 tahun hingga saat ini, menolak seruan otonomi yang lebih luas dan menanggapinya dengan tindakan keras.

Setelah beberapa kelompok mendeklarasikan kemerdekaan pada tanggal 1 Oktober 2017, pemerintah menganggap kelompok bersenjata tersebut sebagai "teroris", dan radio pemerintah melaporkan bahwa Biya "menyatakan perang" terhadap mereka.

Konflik berdarah pun merebak. Baik kelompok separatis maupun pasukan pemerintah dituduh melakukan kekejaman dalam pertempuran tersebut.

International Crisis Group mengungkap konflik tersebut telah merenggut lebih dari 6.000 nyawa dan memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan