close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. IG/@realdonaldtrump
icon caption
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. IG/@realdonaldtrump
Dunia
Jumat, 28 Desember 2018 09:55

Akui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, AS pindah kedubesnya

Sebagai bentuk realisasi pengakuannya, Donald Trump memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem.
swipe

Pada 6 Desember 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Meski ada peringatan tentang kerusuhan regional atas langkah tersebut, keputusan ini disebut memenuhi janji kampanye Trump.

"Sejumlah presiden pendahulu telah membuat langkah ini sebagai janji kampanye besar, mereka gagal memenuhi janji. Hari ini, saya memenuhi janji saya," tutur Trump di Gedung Putih.

Mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah "pengakuan kenyataan yang ada, itu juga hal yang seharusnya dilakukan," tambahnya.

Trump menggambarkan keputusan itu sebagai "langkah yang sudah lama ditunggu" untuk memajukan proses perdamaian di Timur Tengah.

Meski mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Trump mengatakan AS masih mendukung solusi dua negara sebagai penyelesaian konflik yang telah berlangsung lama ini.  Dia menegaskan, AS tetap mendukung status quo di Haram al-Sharif atau Temple Mount.

Dalam pidatonya, sang presiden mengatakan dia telah "menilai tindakan ini untuk kepentingan terbaik AS dan perdamaian antara Israel dan Palestina".

Sebagai bentuk realisasi dari keputusannya, Trump mengarahkan Kementerian Luar Negeri AS untuk memulai persiapan pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Meski dinilai sebagai keputusan yang kontroversial, nyatanya pada tahun 1995 Kongres AS mengadopsi UU Kedutaan Besar Yerusalem yang mendesak pemerintah federal untuk memindahkan kedubes AS ke Yerusalem. Undang-undang tersebut juga mengakui bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel.

Bahkan undang-undang ini ditegaskan kembali oleh pemungutan suara Senat hanya enam bulan sebelum deklarasi Trump.

"Selama lebih dari 20 tahun, setiap presiden Amerika sebelumnya telah mengabaikan undang-undang, menolak untuk memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem atau mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ungkap Trump dalam pernyataannya. 

Menurut Trump, para presiden pendahulunya menunda langkah ini atas keyakinan akan memajukan pencapaian perdamaian. Namun nyatanya setelah lebih dari dua dekade diabaikan, perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestian belum juga tercapai.

"Karena itu, saya telah menentukan bahwa sudah waktunya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," imbuhnya.

Media asal AS, Vox, melaporkan bahwa Trump nyatanya bukan presiden AS pertama yang berbicara mengenai pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem. 

Saat menjabat, Bill Clinton menyatakan dia mendukung gagasan itu secara prinsip.  George W. Bush pun mengungkapkan akan memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem pada 2000. Bahkan Barack Obama menyebut kota itu sebagai ibu kota Israel dan mengatakan Yerusalem harus "tidak terpecah dua".

Kongres AS berulang kali mengeluarkan undang-undang yang menyerukan langkah pemindahan kedutaan, sesuai dengan UU Kedutaan Besar Yerusalem yang diadopsi pada 1995.

Tetapi tidak ada presiden pendahulu yang menindaklanjuti, diduga salah satu alasannya adalah bahwa langkah itu akan secara otomatis menempatkan AS di sisi Israel dan menentang Palestina.

Setelah proses selama enam bulan setelah keputusan Trump, kedubes AS di Yerusalem secara resmi dibuka pada 14 Mei.

"Dengan menjadi kepala negara pertama yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan membuka kedutaan di sana pada 14 Mei 2018, Presiden Trump mengulangi tindakan Presiden Harry S. Truman 70 tahun yang lalu menjadikan AS sebagai negara pertama yang melakukannya," terang pernyataan resmi Kemlu AS.

Untuk merayakan pembukaan kedubes, pemerintahan Trump mengirim rombongan delegasi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri John Sullivan. Sullivan turut membawa Menteri Keuangan Steven Mnuchin, Penasihat Senior Jared Kushner, Penasihat Senior Ivanka Trump, dan Perwakilan Khusus untuk Negosiasi Internasional Jason Greenblatt.

Ivanka dan Jared, suaminya, tiba dua hari sebelum pembukaan yang dijadwalkan berlangsung pada Senin. Pada Minggu, Jared menyempatkan diri untuk bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Acara pembukaan ini bertepatan dengan peringatan 70 tahun berdirinya Israel. PM Netanyahu mengatakan Israel merayakan keputusan AS.

"Presiden Trump berjanji untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan dia melakukannya. Dia berjanji untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Israel dan dia melakukannya. Tentu saja kita semua akan merayakan hari ini, perayaan yang nyata berlangsung besok," ujar Netanyahu pada pertemuan Kabinet mingguan dilansir dari NBC News pada 13 Mei.

Pada awalnya kedubes hanya dibuka dengan sekitar 50 staf, termasuk Duta Besar AS untuk Israel David Friedman dan sejumlah petugas konsuler AS.

Pada upacara pembukaan kedubes di hari Senin, Trump memberi pidato melalui pesan video.

"Seperti yang saya katakan pada bulan Desember, harapan terbesar kami adalah perdamaian. AS tetap berkomitmen penuh untuk memfasilitasi perjanjian perdamaian yang langgeng," ujar Trump dalam rekaman videonya.

"Hari ini kami secara resmi membuka Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem. Hal ini sudah lama ditunggu," tuturnya.

Beberapa saat setelah pidato Trump, Ivanka menyingkap plakat penandatanganan dan segel kedubes AS.

"Atas nama presiden ke-45 Amerika Serikat, kami menyambut Anda secara resmi dan untuk pertama kalinya ke Kedutaan Besar AS di Yerusalem, ibu kota Israel," ujar Ivanka yang berdiri di samping Menkeu Mnuchin.

Dalam kesempatan yang sama, PM Netanyahu memuji Trump dan berkomentar tentang peristiwa historis itu.

“Hari yang luar biasa. Ingatlah momen ini," ujarnya. "Presiden Trump, dengan mengakui sejarah, Anda telah membuat sejarah. Kita semua sangat tersentuh. Kita semua sangat berterima kasih."

Sekitar 800 tamu undangan hadir pada acara tersebut. Ada juga acara terpisah yang digelar pada hari Minggu untuk merayakan langkah tersebut, meskipun banyak negara Eropa yang menentang keputusan tersebut diperkirakan akan melewatkannya.

Uni Eropa telah menyuarakan keberatan kuat terhadap langkah pemindahan kedutaan, sebagian besar dubes Uni Eropa di Israel memboikot acara tersebut.

Namun, puluhan diplomat asing lainnya tetap hadir termasuk perwakilan dari Hongaria, Rumania, dan Republik Ceko.

Presiden Guatemala Jimmy Morales dan mantan Presiden Paraguay Horacio Cartes juga hadir. Kedua negara memutuskan untuk mengikuti langkah AS dan memindahkan kedutaan mereka setelah Trump mengumumkan akan melakukannya.

Meski begitu, pada September, Presiden Paraguay yang baru terpilih Mario Abdo Benitez menegaskan bahwa dia tidak sepakat dengan keputusan pendahulunya.

Akibatnya hanya tiga bulan setelah memindahkannya ke Yerusalem, pemerintahan Benitez mengembalikan kedubesnya ke Tel Aviv.

Benítez, yang dilantik pada Agustus, mengatakan dia ingin membantu mencapai "perdamaian yang adil dan tahan lama" di Timur Tengah.

Sebagai tanggapan, Israel menutup kedutaan besar mereka di Paraguay.

Kecaman dunia

Israel memuji keputusan Trump dan menyebutnya sebagai langkah "bersejarah". Namun, sikap kontroversial ini menuai kritik tajam dari berbagai dunia.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut pengumuman Trump "menyedihkan" dan menegaskan bahwa AS tidak bisa lagi menjadi perantara perdamaian antara kedua negara.

Keputusan AS itu dikeluarkan kendati ada tentangan keras dari negara muslim dan para sekutu AS.

Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mengatakan langkah itu dapat "mendorong provokasi terhadap muslim di seluruh dunia".

Liga Arab menyebut relokasi kedutaan sebagai "serangan terang-terangan kepada perasaan orang Arab dan muslim" dan merupakan "pelanggaran berat terhadap hukum internasional".

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut langkah itu menimbulkan "kecemasan besar". "Tidak ada alternatif selain solusi dua negara. Tidak ada rencana B," katanya.

Selain itu Perdana Menteri Inggris Theresa May serta Presiden Prancis Emmanuel Macron menyuarakan pertentangan mereka terhadap sikap AS. Bagi kedua pemimpin negara, langkah ini sama sekali tidak membantu tercapainya perdamaian kawasan.

Selagi Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif menyatakan bahwa pembukaan kedubes AS di Yerusalem merupakan "hari yang sangat memalukan".

img
Valerie Dante
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan