Selama 2017, krisis nuklir Korea Utara dianggap meningkat ke titik tertinggi dalam beberapa dasawarsa terakhir. Bahkan, pada penghujung 2017, Pyongyang melepaskan 23 rudal yang terbagi dalam 16 tes. Pada bulan September misalnya, mereka melakukan uji coba senjata nuklir keenam dan terbesar, meski mendapat tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dilansir dari The Korea Times, Rabu (27/12), sejumlah langkah untuk menghukum negara yang dipimpin Kim Jong-un sempat terhalang tindakan China yang menjadi sekutu dan mitra dagang terbesar Korea Utara (Korut). Bahkan, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menuding China gagal membantu Washington untuk mendorong sanksi yang lebih keras terhadap Korut.
Meski demikian, sanksi Dewan Keamanan (DK) PBB pertama di bawah pemerintahan Trump datang pada bulan Juni silam. Sanksi tersebut ditargetkan bisa memutus hubungan keuangan perusahaan China dengan program rudal dan nuklir Korea Utara. Selain itu, China juga mendukung resolusi PBB yang berusaha melarang hampir 90% ekspor produk minyak mentah ke Korut.
Namun, Beijing meminta Washington untuk menahan diri dari tindakan yang lebih keras. Terutama setelah adanya latihan militer AS-Korea Selatan. Pada bulan Februari, China mengatakan akan menangguhkan semua pengiriman batubara, salah satu dari ekspor utama Korea Utara ke China. Impor barang-barang Korea Utara dari China juga terus menurun.
Dihadapkan pada kondisi itu, Pyongyang justru terus melanjutkan serangkaian uji coba rudalnya, termasuk peluncuran rudal balistik antarbenua pertama pada bulan Juli.
Pembahasan opsi militer terhadap Korut pun meningkat, apalagi para analis memperkirakan eskalasi konflik akan meningkat sebelum China dan AS berkumpul guna membincang persoalan Korut.
China kemudian mengumumkan sanksi baru terhadap Korut pada Agustus silam, yakni memperluas pembatasan untuk memasukkan besi, bijih besi dan makanan laut. Bahkkan, berdasarkan data kepabeanan, menunjukkan ekspor produk listrik, minyak dan gas China ke Korut juga turun.
Bisnis Korut di China, seperti restoran, telah diperintahkan untuk ditutup dalam waktu 120 hari, terhitung sejak 11 September. Tepat di momen itu, DK PBB memberlakukan sanksi baru terhadap Pyongyang atas rudal balistik dan uji coba nuklirnya yang berulang.
Meski demikian, beberapa analis meragukan langkah tersebut bisa menghentikan upaya Korut untuk memiliki senjata nuklir. Sementara militer China juga melakukan latihan di atas lautan Kuning dan Timur, di dekat semenanjung Korea. Para analis menafsirkan latihan militer itu sebagai bentuk peringatan untuk Korut dan AS.
Pada bulan November, Presiden Xi Jinping sempat mengirim seorang utusan tertinggi, Song Tao, untuk mengunjungi Korut. Namun kegagalan diplomat tersebut bertemu dengan Kim digambarkan sebagai penghinaan terhadap Beijing. Beberapa hari kemudian, Pyongyang justru melakukan uji coba rudal lainnya.
Setelah itu petinggi China Wang Yi berbicara terkait peningkatan ketegangan regional. Analis China mengakui bahwa Beijing kehilangan kendali atas tetangganya dan mantan sekutunya itu. Bahkan, alarm peringatan untuk penduduk Jilin, sebuah provinsi yang berada ditimur laut dan berbatasan dengan Korut serta Rusia, sudah dinyalakan. Lalu pada 6 Desember disiarkan di surat kabar setebal satu halaman terkait persiapan bencana nuklir.
Ilmuwan China juga memperingatkan tentang kemungkinan ledakan di lokasi ujicoba Punggye-ri yang terletak tak jauh dari perbatasan Korut-China. Merujuk pada situasi tersebut, akankah perang nuklir akan terjadi di tahun 2018?