close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. iStock
icon caption
Ilustrasi. iStock
Dunia
Sabtu, 29 Januari 2022 18:16

Anak muda di Thailand tuntut penghapusan monarki di kampus

Boikot upacara kelulusan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir di Thailand.
swipe

Sekelompok anak muda di Thailand memboikot upacara kelulusan di kampus. Mereka menilai budaya pelibatan keluarga kerajaan Thailand di dalam aturan universitas sudah tidak lagi relevan. Di sisi lain, anak-anak muda akan menghadapi golongan tua yang promonarki.

The Guardian pada Sabtu (29/1) mengangkat cerita soal para alumni yang kembali ke kampus mereka untuk menentang aturan ini. Salah satunya tentang Krai Sidee, pemuda 24 tahun yang datang kembali ke almamaternya Universitas Chiang Mai pada 14 Januari, hampir dua tahun setelah lulus. Dia datang tidak hanya untuk mendukung teman-temannya tetapi untuk membuat pernyataan politik.

Dengan wajah dicat emas, Krai membawa spanduk besar bertuliskan, “Anda mengubur mimpi saya, dan memberi saya ini” sambil menggantungkan gaun wisudanya. Krai adalah bagian dari masifnya gerakan anak muda Thailand yang menolak menghadiri upacara kelulusan mereka karena universitas dipimpin oleh anggota keluarga kerajaan.

"Protes mengajari saya banyak hal tentang monarki dan berapa banyak uang yang masuk ke monarki," kata Krai, mengacu pada demonstrasi yang meletus pada 2020 untuk menyerukan reformasi atas monarki.

Dua teman Krai dan sesama pengunjuk rasa ditangkap selama protes Januari tetapi dibebaskan pada hari yang sama setelah membayar denda. Namun, kebanyakan orang yang menentang monarki tidak seberuntung itu. Biasanya mereka dihukum 15 tahun penjara karena menghina anggota keluarga kerajaan. Terlepas dari risikonya, Krai mengatakan dia akan terus memprotes monarki, dengan demonstrasi lain dijadwalkan pada Maret.

"Adalah tugas saya untuk membuka ruang bagi seniman muda dan untuk teman-teman saya," katanya. Dia mengklaim bahwa beberapa teman yang menghadiri upacara Januari berterima kasih kepadanya karena telah berbicara.

Dosen di Universitas Naresuan Thailand, Paul Chambers, mengatakan, penangkapan itu mungkin menjadi peringatan bagi para aktivis. Pasalnya perbuatan mereka dapat mendorong lebih banyak siswa untuk memboikot wisuda yang diawasi para bangsawan. “Orang-orang dari berbagai usia di Thailand memiliki pandangan berbeda soal monarki, namun hanya generasi tua yang lebih banyak menghormati kerajaan,” kata dia. Orang tua biasanya ingin melihat upacara kelulusan anaknya, sehingga mereka tidak keberatan meskipun upacara tersebut diawasi monarki.

Seniman lepas, Panita Hutacharern, 26, yang menolak untuk pergi ke upacara kelulusannya pada 2017, mengatakan akan ada orang yang lebih takut tetapi juga akan ada orang yang lebih marah. Namun, bukan hanya represi hukum yang harus dikhawatirkan aktivis, banyak juga yang menghadapi tekanan di rumah. Di lingkungan keluarga, Panita diidentifikasi sebagai anti-royalis. Dia juga menganggap menghadiri upacara kelulusan sama saja dengan membuang waktu.

Jika tidak terang-terangan mengakui ingin menentang aturan kerajaan, para mahasiswa biasanya menggunakan alasan biaya untuk menghindari upacara kelulusan. Kakak perempuan Krai pernah menggunakan alasan ini.

Upacara kelulusan bisa menjadi usaha yang mahal, dengan menyewa seorang fotografer, make-up artist, penata rambut, dan seragam. Keluarga kerajaan juga mendapat keuntungan dari upacara tersebut. "Monarki menghasilkan banyak uang untuk mengawasi wisuda jadi saya ragu praktik ini akan berakhir dalam waktu dekat," kata Chambers, menambahkan bahwa jika monarki menyerah pada tuntutan pemrotes mengenai masalah mahasiswa akan memberikan banyak tekanan.

Boikot upacara kelulusan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ketika desainer berusia 35 tahun, Sina, melewatkan upacaranya lebih dari 10 tahun yang lalu, 90% dari rekan-rekannya hadir, katanya. Sebagai perbandingan, Krai mengatakan hanya sekitar 50% orang yang menghadiri upacara wisuda.

Menanggapi tren yang bergeser, para pebisnis yang memanfaatkan momentum wisuda mencoba memulai kampanye agar penyerahan ijazah tidak dilakukan oleh keluarga kerajaan. Anak-anak muda seperti Sina dan Panita sepakat bahwa budaya telah berubah, ketika keluarga kerajaan mengatakan hal-hal yang seperti sebelumnya tidak akan lagi berefek.

img
Nadia Lutfiana Mawarni
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan