Amerika Serikat telah memasukkan 28 entitas China ke dalam daftar hitam atas dugaan keterlibatan mereka dalam pelanggaran terhadap etnis Uighur dan minoritas lainnya di Provinsi Xinjiang. Ke-28 entitas itu sekarang berada dalam daftar mereka yang dilarang membeli produk-produk dari perusahaan-perusahaan AS tanpa persetujuan dari Washington.
China belum mengomentari keputusan AS yang diumumkan pada Senin (7/10).
"Ke-28 entitas ini terlibat dalam kampanye penindasan, penahanan massal sewenang-wenang dan pengawasan berteknologi tinggi terhadap warga Uighur, Kazakhs dan sejumlah minoritas muslim lainnya," sebut laporan Kementerian Perdagangan AS tersebut.
Uighur membentuk 45% populasi di Xinjiang dan 40% lainnya adalah suku Han yang merupakan mayoritas di Tiongkok.
Biro Keamanan Umum Provinsi Xinjiang masuk dalam daftar hitam, bersama dengan 10 badan pemerintah lainnya.
Hikvision, Dahua Technology dan Megvii Technology adalah di antara delapan perusahaan yang juga masuk daftar hitam, di mana seluruhnya memiliki spesialisasi dalam teknologi pengenalan wajah. Hikvision adalah salah satu produsen peralatan pengawasan terbesar di dunia.
Oleh kelompok-kelompok pemantau HAM, Tiongkok disebut telah menindas warga Uighur yang mayoritas muslim, menempatkan mereka di kamp-kamp penahanan berkedok pusat pelatihan kejuruan untuk memerangi ekstremisme. Menurut PBB, China menahan satu juta warga Uighur dan muslim lainnya di kamp-kamp tersebut.
Ini bukan kali pertama AS menempatkan entitas China di bawah larangan berdagang. Pada Mei, pemerintahan Donald Trump memasukkan raksasa telekomunikasi Huawei ke daftar serupa atas alasan isu keamanan.
China dan AS saat ini masih terlibat perang dagang. Negosiasi untuk mengakhiri perselisihan masih terus berjalan. Delegasi Tiongkok dilaporkan akan berkunjung ke Washington pada akhir pekan ini.
Menurut sejumlah laporan pada September, Gedung Putih tengah mempertimbangkan untuk menghapus perusahaan-perusahaan China dari bursa saham AS sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk mengekang investasi AS di Tiongkok. Namun, kabar ini telah dibantah oleh penasihat perdagangan Trump, Peter Navarro.
Belakangan, komentar AS dan sejumlah negara lain tentang penindasan terhadap warga minoritas di Xinjiang semakin vokal. Pekan lalu dalam sebuah konferensi pers di Vatikan, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menuduh China menuntut warganya untuk menyembah pemerintah, bukan tuhan.
Pada Juli 2019, lebih dari 20 negara di Dewan HAM PBB meneken surat bersama yang mengkritik perlakuan China terhadap Uighur dan warga muslim lainnya.