Amerika Serikat dan enam Negara Teluk sepakat untuk secara bersama-sama menjatuhkan sanksi pada 25 perusahaan, bank dan individu yang terkait dengan dukungan Iran untuk jaringan militan, termasuk Hezbollah. Demikian diumumkan oleh Kementerian Keuangan AS pada Rabu (30/10).
Target-target yang masuk daftar hitam diumumkan oleh negara-negara Pusat Penargetan Pembiayaan Teroris (TFTC), yang mencakup Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengumumkan soal ini dalam perjalanannya ke sejumlah sekutu Timur Tengah. Lawatan itu bertujuan untuk meningkatkan dukungan mereka dalam memberi tekanan terhadap Iran.
Seluruh entitas tersebut sebelumnya telah dikenai sanksi keuangan AS.
"Presiden sudah sangat jelas bahwa kami sedang melakukan kampanye tekanan maksimum pada Iran," kata Mnuchin di Riyadh. "Ini tentang menghentikan aktor yang buruk."
Di Yerusalem pada Senin (28/10), Mnuchin mengatakan, AS akan meningkatkan tekanan ekonomi pada Iran atas program nuklirnya.
Sanksi diberlakukan kembali atas Teheran oleh Donald Trump setelah dia menarik AS keluar dari pakta nuklir 2015, langkah yang membabat ekspor minyak Iran, sumber pendapatan utama Negeri Para Mullah, dan memutus hubungan bank-bank Iran dengan dunia keuangan.
Mnuchin mengklaim bahwa sanksi yang menargetkan ekspor minyak Iran tidak merugikan ekonomi global. Menurutnya, pasar minyak dipasok dengan baik lewat produksi tambahan dari Arab Saudi, AS dan sejumlah negara lain.
Ketegangan antara AS, sekutunya di Teluk dan Iran telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir setelah sejumlah serangan terhadap tanker minyak dan juga serangan udara terhadap fasilitas minyak Arab Saudi. Beberapa pihak menuduh Iran mendalanginya, tetapi Teheran telah membantahnya.
Dua puluh satu dari target yang diumumkan pada Rabu terdiri dari jaringan bisnis yang luas yang memberikan dukungan keuangan kepada Basij Resistance Force, sebuah kelompok paramiliter yang menurut Departemen Keuangan AS bekerja untuk Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Seorang pejabat senior Kementerian Keuangan AS mengungkapkan kelompok paramiliter itu menyerang demonstran dan pelajar, merekrut tentara anak-anak dan terlibat dalam penyiksaan.
Kementerian Keuangan AS lebih jauh mengatakan bahwa sejumlah perusahaan cangkang dan cara lain digunakan untuk menutupi kepemilikan Basij dan kontrol atas kepentingan bisnis bernilai miliaran dolar di industri otomotif, pertambangan, logal dan perbankan Iran, yang banyak di antaranya beroperasi di Timur Tengah dan Eropa.
"Empat orang yang menjadi target adalah mereka yang berafiliasi dengan Hizbullah dan membantu mengoordinasikan operasi kelompok itu," sebut pernyataan Kementerian Keuangan AS.
Awal bulan ini, Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF), mengumumkan telah memberi Iran tenggat waktu pada Februari 2020 untuk mematuhi norma-norma internasional, dan setelah itu akan mendesak anggotanya untuk menerapkan penanggulangan.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Rabu, menyambut baik langkah FATF. Pompeo menuduh IRGC terus terlibat dalam skema pembiayaan berskala besar, ilegal untuk mendanai kegiatan memfitnahnya.