Peneliti dari National Chengchi University Richard Heydarian menilai ASEAN belum tegas menanggapi upaya Tiongkok memperluas pengaruh dan kekuasaannya di Laut China Selatan (LCS). Menurut Heydarian, seharusnya ASEAN tidak membiarkan Tiongkok berlaku seenaknya di kawasan tersebut.
"Terkait isu-isu maritim dan agresi teritorial, ASEAN harus lebih jelas menekankan mereka tidak senang dengan apa yang Beijing lakukan di LCS," tutur Heydarian dalam sebuah sesi diskusi pada ajang 'Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2019' di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu (30/11)
Untuk mencegah 'agresi' China, Heeydarian menyarankan ASEAN mengakselerasi negosiasi draf kode etik (code of conduct/COC) LCS dengan China. Sejak pertengahan Oktober, pembahasan draf COC tersebut terus digenjot ASEAN dan China.
"Seringkali, ASEAN tidak mampu bersatu untuk membatasi upaya kekuatan eksternal menerobos masuk ke wilayah mereka. Salah satu contoh paling jelasnya merupakan isu LCS," ujar dia.
COC, dinilai Heydarian, penting disepakati oleh China, ASEAN, dan pemangku kepentingan lainnya di kawasan LCS. COC tidak membahas perselisihan teritorial, melainkan kesepakatan mengenai cara mengelola atau mencegah potensi konflik dan krisis di LCS.
Heydarian menyebut ASEAN keliru memandang kuasa China dan AS. Menurut dia, kekuasaan dalam tatanan dunia seharusnya dilihat secara nonlinear. "Ada banyak situasi di mana negara-negara ASEAN dapat memiliki peluang untuk mendorong kepentingan mereka tanpa terjebak dalam kompetisi AS-China," kata dia.
Meski begitu, Heydarian memuji sikap ASEAN yang secara lantang menentang perang dagang AS-China. "ASEAN telah membuat pernyataan yang sangat kuat dan menentang fenomena perang dagang yang mengganggu stabilitas ekonomi global," kata dia.
Bertolak belakang dengan pandangan Heydarian, penasihat komunikasi Lembaga Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (ERIA) Kavi Chongkittavorn menyarankan ASEAN untuk tidak berpihak dalam konflik di LCS.
"ASEAN merupakan penengah yang baik untuk meredakan ketegangan dari pihak-pihak yang bersaing. Kita harus memastikan bahwa ASEAN tidak berpihak dan terus menjalankan perannya dengan benar," jelas Kavi.
Sikap tidak memihak itu, menurut Kavi, menjadi keuntungan bagi ASEAN jika ingin membantu penyelesaian konflik. "ASEAN dianggap mudah dipercaya karena tidak memiliki musuh dan tidak mendahulukan kepentingan pihak-pihak tertentu," terang dia.