Australia akan berhenti mengirim pencari suaka ke Papua Nugini (PNG) pada Rabu (6/10). Keputusan ini menandai berakhirnya rezim penahanan kontroversial di negara tersebut.
PNG merupakan salah satu dari dua negara Pasifik yang dibayar oleh Canberra untuk menahan para pencari suaka dan pengungsi yang berusaha mencapai Australia dengan perahu. Australia mengatakan pengaturannya akan selesai pada akhir tahun ini, tetapi akan berlanjut memecah belah di negara pulau terpencil Naura.
Australia terpaksa menutup pusat penahanan Pulau Manus setelah keputusan Mahkamah Agung PNG memutuskan itu ilegal.
Terdapat 120 pencari suaka dan pengungsi yang berada di PNG akan memiliki pilihan untuk bermukim kembali di sana atau dipindahkan ke tahanan di Naura.
“Kebijakan perlindungan perbatasan Australia yang kuat, tidak berubah. Siapa pun yang mencoba memasuki Australia secara ilegal dengan kapal akan dikembalikan, atau dikirim ke Nauru,” kata Menteri Dalam Negeri Karen Andrews.
Selama delapan tahun pengaturan tersebut, telah terjadi insiden kekerasan besar seperti mogok makan, kerusuhan, dan pembunuhan seorang pencari suaka Iran oleh penjaga. Sebanyak 13 orang yang ditahan telah meninggal karena kekerasan, kurangnya perhatian medis, dan bunuh diri.
Australia telah mengirim lebih dari 1.900 pria ke pusat-pusat penahanan di pulau itu sementara permohonan status pengungsi mereka sedang diproses.
Banyak yang telah mendekam di sana selama bertahun-tahun karena Australia memperketat undang-undang imigrasinya pada tahun 2013 untuk menolak visa pemukiman kembali bagi pencari suaka yang tiba dengan kapal.
Kelompok hak asasi manusia dan PBB telah sering mengkritik pusat Australia di PNG dan Nauru karena kondisi di bawah standar.
Pada tahun 2017, Australia membayar penyelesaian senilai A$70 juta kepada lebih dari 1.900 tahanan yang telah menuntut kerugian yang diderita dalam penahanan.
Para ahli mengatakan penutupan fasilitas PNG telah diperkirakan karena Canberra tidak mengirim pencari suaka baru ke sana beberapa tahun terakhir. (bbc.com)