Militer Guatemala telah memulai upaya pencarian dan penyelamatan di desa terpencil di mana puluhan rumah terkubur oleh tanah longsor yang dipicu oleh hujan lebat akibat Badai Eta.
Presiden Alejandro Giammattei mengatakan, sekitar 100 orang dikhawatirkan tewas atau hilang di Quejá, wilayah tengah Alta Verapaz.
Sebelumnya, pihak berwenang telah mengonfirmasikan setidaknya 50 kematian di seluruh negeri.
Cuaca buruk telah menghambat upaya penyelamatan, sementara jalan-jalan masih diblokir dan sebagian besar wilayah masih tergenang air.
Badai Eta mendarat di Nikaragua pada Selasa (3/11) sebagai badai kategori empat dengan kecepatan angin mencapai 225 kilometer/jam dan hujan lebat. Badai itu kemudian melemah saat pindah ke negara tetangga, Honduras, dan kemudian menghantam Guatemala.
Presiden Giammattei mengatakan upaya penyelamatan dibatasi oleh negara yang hanya memiliki satu helikopter yang memadai untuk operasi ini.
"Kami memiliki banyak orang yang terjebak yang belum dapat kami jangkau," katanya.
Pascabadai, status keadaan darurat telah diumumkan di banyak daerah.
Giammattei menggambarkan situasi di Queja sebagai kritis. Hingga saat ini, belum ada mayat yang ditemukan dari daerah tersebut.
Sementara itu, di negara tetangga Honduras, setidaknya 10 kematian telah dikonfirmasikan, dengan ratusan orang dilaporkan menunggu untuk diselamatkan dari daerah banjir.
"Kami tidak bisa turun dari atap rumah kami karena air sampai ke leher kami di jalan," tutur Wendi Munguía Figueroa (48) yang tinggal di La Lima, pinggiran San Pedro Sula.
Di Twitter, Menteri Luar Negeri Honduras Lisandro Rosales mengatakan bahwa keruasakan yang diderita akibat Badai Eta sangat besar.
"Kerusakan yang ditinggalkan badai tersebut sangat besar dan keuangan publik berada pada saat kritis karena Covid-19," jelasnya.