Sebagian besar wilayah Eropa diterjang angin dingin dari Siberia dan badai salju, yang berimbas pada gangguan transportasi dan aktivitas warga. Bencana itu memaksa pemerintah di Eropa menutup jalanan, pelayanan kereta, sekolah, dan membatalkan ratusan penerbangan.
Cuaca dingin ekstrim juga dirasakan hingga ke wilayah Mediterania yang biasanya panas. Akibat kondisi cuaca buruk itu, sebanyak 55 orang meninggal dunia di seluruh Eropa, termasuk 21 orang Polandia. Sebagian besar korban meninggal adalah tuna wisma dan golongan manula.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar pemerintah dan masyarakat Eropa memberikan bantuan kepada warga miskin, tuna wisma, dan imigran di saat bencana beku terbesar di Eropa menerjang. “Mereka yang berisiko terserang penyakit akibat cuaca dingin adalah anak-anak, manula, dan orang yang memiliki penyakit kronis,” seru WHO, dilansir BBC pada Jumat (2/3).
Cuaca buruk itu memiliki banyak julukan. Di Inggris disebut dengan ‘the Beast from the East’ (si buruk rupa dari Timur). Sedangkan di Belanda disebut dengan ‘Beruang Siberia’. Sementara Swedia menyebutnya dengan ‘snow cannon’.
Irlandia menjadi wilayah yang paling parah dilanda badai salju. Apalagi, badai Emma bergerak dari selatan ditambah dengan cuaca dingin dari Siberia. Banyak penerbangan di Dublin juga dibatalkan hingga cuaca lebih baik pada Sabtu ini.
Perdana Menteri (PM) Irlandia Leo Varadkar menyarankan warganya untuk tetap berada di rumah hingga badai mereda. “Cuaca buruk tak bisa diabaikan siapapun,” ungkap Leo setelah bertemu dengan para pejabat layanan darurat. Dia mengungkapkan tidak aman bagi warga berada di rumah di tengah badai salju.
Melansir CNN, peneliti cuaca Simon Clark, mengungkapkan, cuaca buruk di Inggris dan Eropa disebabkan gangguan vortex kutub stratosfer yang terjadi setiap musim dingin. Gangguan tersebut mengakibatkan udara menyebar ke selatan dan menyebabkan cuaca turun drastis. “Udara massal yang biasa terjebak di kutub justru bergerak ke selatan,” kata Clark.
Kondisi cuaca buruk itu akan membaik pada akhir pekan ini. Tapi, temperatur cuaca di Eropa akan tetap rendah dibandingkan normal hingga bulan depan hingga udara tersebut kembali ke kutub. Situasi itu terjadi akibat perubahan iklim yang terus terjadi.